Frasa Empat Pilar Kebangsaan Sudah Dibatalkan Mk Jangan Dipakai Lagi

Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia telah tetapkan frasa 4 Pilar Kebangsaan dalam Undang-Undang No 2. Tahun 2011 perihal Partai Politik bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945.
Adapun pokok perkara yang diajukan oleh pemohon (kelompok masyarakat dari Yogyakarta, Jawa Tengah dan Jawa Timur sebagai pemohon)  adalah Pasal 34 ayat 3b karakter a UU. No. 2 Tahun 2011. Ayat dalam pasal tersebut berbunyi: “Pendidikan Politik sebagaimana dimaksud dalam ayat (3a) berkaitan dengan kegiatan: a.Pendalaman mengenai empat pilar berbangsa dan bernegara yaitu Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. ………………………………

Pasal tersebut yang mendudukan Pancasila sebagai penggalan dari konsep 4 pilar kebangsaan dianggap bertentangan dengan pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea ke-4 sekaligus mengakibatkan ketidakpastian hukum. Pancasila yang semenjak lahirnya Bangsa Indonesia digagas oleh para pendiri bangsa sebagai falsafah dan ideologi bangsa tidak seharusnya ditempatkan sebagai pilar kebangsaan. Mendudukan Pancasila secara sejajar dengan Undang-Undang Dasar 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan NKRI dalam 4 pilar kebangsaan dianggap mendegradasi keluhuran Pancasila sebagai Dasar Negara. Apalagi 4 Pilar Kebangsaan disusun tidak menurut kajian ilmiah dan historis bahkan istilah pilar hanya diambil dari kamus besar bahasa Indonesia.

Rapat Permusyawaratan Hakim MK pun alhasil tetapkan mengabulkan permohonan tersebut dan menganggap istilah 4 Pilar Kebangsaan dengan keberadaan Pancasila di dalamnya sebagai hal yang rancu dan sanggup mengakibatkan kekacauan baik  dari sudut makna maupun proses lahirnya Pancasila.

Selain mengabulkan permohonan tersebut, dalam amar putusannya MK juga secara tegas menyebutkan bahwafrasa “empat pilar berbangsa dan bernegara” dalam Pasal 34 ayat(3b) UU. No 2 Tahun 2011 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Frasa tersebut juga tidak mempunyai kekuatan aturan mengikat.


Jimly: Sudah Dibatalkan MK, Frasa Empat Pilar Kebangsaan Jangan Digunakan Lagi

Pakar aturan tata negara Jimly Asshiddiqie kembali menegaskan bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) telah membatalkan frasa "Empat Pilar Berbangsa dan Bernegara" sehingga perlu menjadi perhatian semua pihak.
"Jadi saya harapkan putusan MK perihal penghapusan frasa empat pilar harus kita jadikan pegangan," kata Jimly Asshiddiqie yang pernah menjabat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi di Jakarta, Minggu (17/5/2015).

Dengan demikian, kata dia, tidak perlu ada perdebatan lagi mengenai frasa empat pilar. Dia juga menyarankan supaya MPR tidak lagi menyosialisasikan Empat Pilar Kebangsaan yang terdiri dari Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

"Pancasila jangan lagi ditempatkan sebagai salah satu pilar kehidupan berbangsa bernegara. Karena Pancasila adalah filosofi berbangsa, dasar negara. Saran saya, kegiatan sosialisasi diganti saja dengan kegiatan peresapan aspirasi masyarakat dan pengkajian. Karena sosialisasi itu kegiatan administrator atau pemerintah," katanya.

Dia menambahkan, dengan penyebutan sebagai pilar, seperti dianggap setara dengan yang lain dan pada alhasil mengakibatkan salah paham di masyarakat.

Seharusnya, kata dia, MPR menghormati putusan MK dalam Amar Putusan Nomor 100/PUU-XI/2014 yang membatalkan frasa "Empat Pilar Berbangsa dan Bernegara" dalam Pasal 34 ayat (3b) karakter a Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 perihal Perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 perihal Partai Politik terkait Pancasila pilar kebangsaan.

Sebelumnya, pada aktivitas "Membumikan kembali Pancasila sebagai Dasar Negara; Pascaputusan MK", yang diselenggarakan Lembaga Pelatihan dan Kajian Ulul Albab Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB PMII), Jimly mengatakan, aktivitas sosialisasi empat pilar yang dilakukan oleh MPR harus mempertimbangkan putusan MK dan sebaiknya tidak diteruskan.

Sementara itu, pengamat aturan tata negara Refly Harun mengatakan, kala reformasi yang dimulai pada tahun 1998 seharusnya menjadi kala untuk menemukan kembali tafsir Pancasila yang benar sesuai prinsip demokrasi.
"Teks Pancasila sebagai ideologi negara tetap sama semenjak 1945, tetapi tafsirnya harus senantiasa kontekstual, sesuai dengan jiwa dan spirit demokrasi yang berkembang, baik di Indonesia maupun di belahan negara lain di dunia," katanya.

Link Download Putusan MK (disini)

Demokrasi dan Pancasila, kata dia, tidak sanggup dipisahkan alasannya ialah tanpa demokrasi, Pancasila tak mungkin bertahan sebagai ideologi bangsa. (Sumber: kompas.com dan kompasiana.com)

====================================




= Baca Juga =



Semangat Dan Akad Kolektif Kebangsaan Untuk Memperkuat Nkri

A. Pengertian / Hakekat Semangat Kebangsaan
Pengertian semangat  kebangsaan yaitu suatu keadaan yang memperlihatkan adanya kesadaran untuk menyerahkan kesetiaan tertinggi dari setiap pribadi kepada Negara/bangsa. Pengertian ini sejalan dengan makna semangat kebangsaan  yang identik dengan konsep nasionalisme dan patriotisme. Nasionalisme yaitu suatu paham yang menganggap bahwa kesetiaan tertinggi atas setiap pribadi wajib diserahkan kepada negara kebangsaan atau nation state. Sedangkan Patriotisme berarti ‘semangat cinta tanah air atau sikap seseorang yang bersedia mengorbankan segala-galanya untuk mempertahankan bangsanya’.


Nasionalisme dan patriotisme dibutuhkan bangsa Indonesia untuk menjaga kelangsungan hidup dan kejayaan bangsa serta negara. Kejayaan sebagai bangsa sanggup dicontohkan oleh seorang atlet yang berjuang dengan segenap jiwa dan raga untuk membela tanah airnya.

Salah satu semangat yang dimiliki para pejuang kemerdekaan dan paea pendiri negara yaitu semangat mendahulukan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi ataupun golongan.


1. Pengertian Nasionalisme
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Nasionalisme didefinisikan kesadaran keanggotaan dalam suatu bangsa yang secara potensial atau kasatmata bersama-sama mencapai, mempertahankan, dan mengabadikan identitas, integritas, kemakmuran, dan kekuatan bangsa itu, yakni semangat kebangsaan. Nasionalisme sanggup dirumuskan sebagai satu paham yang membuat dan mempertahankan kedaulatan sebuah negara (dalam bahasa Inggris “nation”) dengan mewujudkan satu identitas yang dimiliki sebagai ikatan barsama dalam satu kelompok.

Secara sederhana, nasionalisme sanggup diartikan sebagai suatu paham yang menganggap kesetiaan tertinggi atas setiap pribadi harus disertakan kepada Negara kebangsaan (nation state) atau sebagai sikap mental dan tingkah laris individu maupun masyarakat yang memperlihatkan adanya loyalitas dan pengabdian yang tinggi terhadap bangsa dan negaranya.

Berikut ini beberapa pengertian nasionalisme berdasarkan beberapa ahli, yaitu:
a. Menurut Ernest Renan, Nasionalisme yaitu kehendak untuk bersatu dan bernegara
b. Menurut Otto Bauer, Nasionalisme yaitu suatu persatuan perangai atau abjad yang timbul lantaran perasaan senasib
c. Menurut Hans Kohn, Nasionalisme secara mendasar timbul dari adanya National Counciousness. Dengan perkataan lain nasionalisme yaitu formalisasi (bentuk) dan rasionalisasi dari kesadaran nasional berbangsa dan bernegara sendiri
d. Menurut L. Stoddard, Nasionalisme yaitu suatu kepercayaan yang dimiliki oleh sebagian terbesar individu di mana mereka menyatakan rasa kebangsaan sebagai perasaan mempunyai secara bersama di dalam suatu bangsa.
e. Menurut Louis Sneyder, Nasionalisme yaitu hasil dari perpaduan faktor-faktor politik, ekonomi, sosial, dan intelektual.

Ada dua jenis pengertian nasionalisme, yaitu nasionalisme dalam arti sempit dan nasionalisme dalam arti luas. Nasionalisme dalam arti sempit, juga disebut dengan nasionalisme yang negatif alasannya mengandung makna perasaan kebangsaan atau cinta pada bangsanya yang sangat tinggi dan berlebihan, sebaliknya memandang rendah pada bangsa lain.Nasionalisme dalam arti sempit juga disebut dengan chauvinisme. Chauvinisme ini pernah dipraktikkan oleh Jerman pada masa Hitler tahun 1934–1945. Paham itu menganggap Jerman di atas segala-galanya di dunia (Deutschland Uber Alles in der Wetf).

Jenis nasionalisme yang kedua yaitu nasionalisme dalam arti luas atau yang berarti positif. Nasionalisme dalam pengertian inilah yang wajib dibina oleh bangsa Indonesia alasannya mengandung makna perasaan cinta tinggi atau besar hati pada tanah air akan tetapi tidak memandang rendah bangsa lain. Dalam mengadakan hubungan dengan negara lain, kita selalu mengedepankan kepentingan bangsa dan negara sendiri serta menempatkan negara lain sederajat dengan bangsa kita.

Selain itu terdapat bentuk-bentuk nasionalisme yang lain yang didasarkan pendapat warganegaraetnisbudaya, keagamaan dan ideologi. Berikut ini bentuk-bentuk nasionalime yang berkembang di dunia, antara lain:

a)  Nasionalisme kewarganegaraan (atau nasionalisme sipil) yaitu sejenis nasionalisme dimana negara memperoleh kebenaran politik dari penyertaan aktif rakyatnya, "kehendak rakyat"; "perwakilan politik". Teori ini mula-mula dibangun oleh Jean-Jacques Rousseau dan menjadi bahan-bahan tulisan. Antara goresan pena yang populer yaitu buku berjudul Du Contract Sociale (atau dalam Bahasa Indonesia "Mengenai Kontrak Sosial").

b)  Nasionalisme etnis adalah sejenis nasionalisme di mana negara memperoleh kebenaran politik dari budaya asal atau etnis sebuah masyarakat. Dibangun oleh Johann Gottfried von Herder, yang memperkenalkan konsepVolk (bahasa Jerman untuk "rakyat").

c)   Nasionalisme romantik (juga disebut nasionalisme organik, nasionalisme identitas) yaitu lanjutan dari nasionalisme etnis dimana negara memperoleh kebenaran politik secara semulajadi ("organik") hasil dari bangsa atau ras; berdasarkan semangat romantisme. Nasionalisme romantik yaitu bergantung kepada perwujudan budaya etnis yang menepati idealisme romantik; cerita tradisi yang telah direka untuk konsep nasionalisme romantik. Misalnya "Grimm Bersaudara" yang dinukilkan oleh Herder merupakan koleksi kisah-kisah yang berkaitan dengan etnis Jerman.

d)  Nasionalisme Budaya adalah sejenis nasionalisme dimana negara memperoleh kebenaran politik dari budaya bersama dan bukannya "sifat keturunan" seperti warna kulitras dan sebagainya. Contoh yang terbaik ialah rakyat Tionghoa yang menganggap negara yaitu berdasarkan kepada budaya. Unsur ras telah dibelakangkan di mana golongan Manchu serta ras-ras minoritas lain masih dianggap sebagai rakyat negaraTiongkok. Kesediaan dinasti Qing untuk memakai adat istiadat Tionghoa membuktikan keutuhan budaya Tionghoa. Malah banyak rakyat Taiwan menganggap diri mereka nasionalis Tiongkok alasannya persamaan budaya mereka tetapi menolak RRC karena pemerintahan RRT berpaham komunisme.

e)   Nasionalisme kenegaraan ialah variasi nasionalisme kewarganegaraan, selalu digabungkan dengan nasionalisme etnis. Perasaan nasionalistik yaitu kuat sehingga diberi lebih keutamaan mengatasi hak universal dan kebebasan. Kejayaan suatu negeri itu selalu kontras dan berkonflik dengan prinsip masyarakat demokrasi. Penyelenggaraan sebuah 'national state' yaitu suatu argumen yang ulung, seperti membentuk kerajaan yang lebih baik dengan tersendiri. Contoh biasa ialah Nazisme, serta nasionalisme Turki kontemporer, dan dalam bentuk yang lebih kecil, Franquisme sayap-kanan di Spanyol, serta sikap 'Jacobin' terhadap unitaris dan golongan pemusat negeri Perancis, menyerupai juga nasionalisme masyarakat Belgia, yang secara ganas menentang demi mewujudkan hak kesetaraan (equal rights) dan lebih otonomi untuk golongan Fleming, dan nasionalis Basque atau Korsika. Secara sistematis, bilamana nasionalisme kenegaraan itu kuat, akan wujud tarikan yang berkonflik kepada kesetiaan masyarakat, dan terhadap wilayah, menyerupai nasionalisme Turki dan penindasan kejamnya terhadap nasionalisme Kurdi, pembangkangan di antara pemerintahan pusat yang kuat di Spanyol dan Perancis dengan nasionalisme Basque, Catalan, dan Corsica.

f)   Nasionalisme agama ialah sejenis nasionalisme dimana negara memperoleh legitimasi politik dari persamaan agama. Walaupun begitu, lazimnya nasionalisme etnis yaitu dicampuradukkan dengan nasionalisme keagamaan. Misalnya, di Irlandia semangat nasionalisme bersumber dari persamaan agama mereka yaitu Katolik; nasionalisme di India seperti yang diamalkan oleh pengikut partai BJP bersumber dari agama Hindu.


Lalu apa bentuk nasionalisme Indoenisa? Pada prinsipnya nasionalisme Pancasila yaitu pandangan atau paham kecintaan insan Indonesia terhadap bangsa dan tanah airnya yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila.Prinsip nasionalisme bangsa Indonesia dilandasi nilai-nilai Pancasila yang diarahkan biar bangsa Indonesia senantiasa:
1) Menempatkan persatuan – kesatuan, kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau kepentingan golongan
2) Menunjukkan sikap rela berkorban demi kepentingan Bangsa dan Negara.
3) Bangga sebagai bangsa Indonesia dan bertanah air Indonesia tidak rendah diri
4) Mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan kewajiban antara sesama insan dan sesama bangsa
5) Menumbuhkan sikap saling menyayangi sesama manusia
6) Mengembangkan sikap tenggang rasa
7) Tidak semena-mena terhadap orang lain
8) Gemar melaksanakan kegiatan kemanusiaan
9) Senantiasa menjunjung tinggi nilai kemanusiaan
10) Berani membela kebenaran dan keadilan
11) Merasa bahwa bangsa Indonesia merupakan kepingan dari seluruh umat manusia.

Ditinjau dari segi historis (sejarah), perkembangan nasionalisme di Indonesia dilandasi oleh adanya faktor:
1) Persamaan nasib, penjajahan selama 350 tahun memperlihatkan derita panjang bagi bangsan ini, sehingga lahir persamaan nasib diantara rakyat pribumi
2) Kesatuan tempat tinggal, seluruh wilayah nusantara yang membentang dari Sabang hingga Merauke
3) Adanya keinginan bersama untuk merdeka, penderitaan panjang akhir penjajahan melahirkan keinginan bersama untuk merdeka melepaskan diri dari belenggu penjajahan
4) Cita-cita bersama untuk mewujudkan kemakmuran dan keadilan sebagai suatu Negara.

Adapun spirit kebangsaan (nasionalisme) pada bangsa Indonesia diakomodasi dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar dalam Pancasila. Adapun ciri-ciri nasionalisme Indoesia antara lain:
1) Memiliki rasa cinta pada tanah air (patriotisme)
2) Bangga manjadi kepingan dari bangsa dan masyarakat Indonesia
3) Menempatkan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi ataupun golongan
4) Mengakui dan menghargai sepenuhnya keanekaragaman yang ada pada bangsa Indonesia
5) Bersedia mempertahankan dan turut memajukan Negara serta menjaga nama baik bangsanya
6) Membangun rasa persaudaraan, solidaritas, perdamaian, dan anti kekerasan antar kelompok masyarakat dengan semangat persatuan dan kesatuan
7) Memiliki kesadaran bahwa kita merupakan kepingan dari masyarakat dunia, sehingga bersedia untuk membuat perdamaian dunia dan membuat hubungan kerjasama yang saling menguntungkan

Nasionalisme menjadi dasar pembentukan Negara kebangsaan. Negara kebangsaan yaitu Negara yang pembentukannya didasarkan pada semangat kebangsaan/ nasionalisme. Artinya, adanya tekad masyarakat untuk membangun masa depan bersama di bawah satu Negara yang sama walaupun berbeda ras, agama, suku, etnis, atau golongannya. Rasa nasionalisme sudah dianggap muncul ketika suatu bangsa mempunyai harapan yang sama untuk mendirikan suatu Negara kebangsaan. Paham nasionalisme akan menjadikan kita mempunyai kesadaran akan adanya bangsa dan Negara.

Nasionalisme telah menjadi persyaratan mutlah yang harus dipenuhi bagi kehidupan sebuah bangsa. Paham nasionalisme membentuk kesadaran para pemeluknya bahwa loyalitas tidak lagi diberika pada golongan atau kelompok kecil, menyerupai agama, ras, etnis, budaya (ikatan primordial), namun ditujukan pada komunitas yang dianggap lebih tinggi yaitu bangsa dan Negara.

2. Patriotisme
Patriotisme berasal dari kata patria, yang maknanya ‘tanah air’. Kata patria kemudian bermetamorfosis kata patriot yang maknanya ‘seseorang yang menyayangi tanah air’. Patriotisme berarti ‘semangat cinta tanah air atau sikap seseorang yang bersedia mengorbankan segala-galanya untuk mempertahankan bangsanya’. Patriotisme muncul sesudah lahirnya nasionalisme, tetapi antara nasionalisme dan patriotisme biasanya diartikan sama.

Jiwa patriotisme sudah tampak dalam sejarah usaha bangsa Indonesia, antara lain diwujudkan dalam bentuk kerelaan para pendekar bangsa untuk mempertahankan kemerdekaan dengan mengorbankan jiwa dan raga. Jiwa dan semangat bangsa Indonesia untuk merebut kemerdekaan sering juga disebut sebagai jiwa dan semangat 45.

Adapun Jiwa dan semangat 45 di antaranya adalah:
1.    pro-patria dan primus patrialis ‘mencintai tanah air dan mendahulukan kepentingan tanah air’;
2.    jiwa solidaritas dan kesetiakawanan dari semua lapisan masyarakat pada usaha kemerdekaan;
3.    jiwa toleran atau tenggang rasa antaragama, antarsuku, antargolongan, dan antarbangsa;
4.    jiwa tanpa pamrih dan bertanggung jawab; serta
5.    jiwa ksatria dan kebesaran jiwa yang tidak mengandung balas dendam.

Pada dasarnya patriotisme berbeda dengan nasionalisme, meskipun berdekatan dan umumnya dianggap sama. Patriotisme lahir dari semangat nasionalisme dengan terbentuknya negara. Gerakan patriotisme muncul sesudah terbentuknya bangsa yang dilandasi nasionalisme. Sikap patriotisme yang diwujudkan dalam semangat cinta tanah air sanggup dilakukan dengan cara sebagai berikut :
a.  Perbuatan rela berkorban untuk membela dan mempertahankan negara dan bangsa
b.  Perbuatan untuk mengisi kelangsungan hidup negara dan bangsa.

Perbuatan membela dan mempertahankan negara diwujudkan dalam bentuk kesediaan berjuang untuk menahan dan mengatasi serangan atau ancaman bangsa lain yang akan menghancurkan begara. Selain itu, ancaman negara lain, ancaman dari kelompok bangsa sendiri, kegiatan yang sanggup merugikan negara, dan ancaman alam sanggup menjadikan kerusakan dan kehancuran negara. Kelangsungan hidup negara sanggup diwujudkan dengan kesediaan bekerja sesuai dengan bidang dan kapasitasnya dalam rangka meningkatkan harkat dan martabat bangsa, serta pencapaian tujuan negara.



B. Semangat dan Komitmen Kolektif Kebangsaan Untuk Memperkuat Negara Kesatuan Republik Indonesia

Perwujudan semangat dan kesepakatan kolektif kebangsaan untuk memperkuat Negara Kesatuan Republik Indonesia yang tercermin dalam nasionalisme dan patriotisme bagi bangsa Indonesia sanggup dilihat dari perjalanan sejarah bangsa Indonesia antara lain :

a. Sebelum Masa Kebangkitan Nasional
Perjuangan bangsa Indonesia untuk membela tanah air atau jiwa patriotisme sebelum kebangkitan nasional, masih bersifat kedaerahan, tergantung pada pemimpin, belum terorganisir dan tujuan usaha belum jelas.

b. Masa Kebangkitan Nasional
Perjuangan bangsa Indoensia tidak lagi bersifat kedaerahan, tapi bersifat nasional. Perjuangan dilakukan dengan cara organisasi modern, dimana semenjak berdirinya Budi Utomo merupakan titik awal kesadaran nasionalisme. Masa ini disebut angkata nperintis, alasannya disamping merintis kesadaran nasional juga merintis berdirinya organisasi.   

c.Masa sumpah pemuda
Sumpah cowok merupakan tonggak sejarah bagi usaha bangsa Indonesia. Yang terang dan tegas dalam menuntut kemerdekaan bagi bngsa Indonesia. Sumpah cowok mengandung nilai yang sangat tinggi yaitu nilai persatuan dan kesatuan yan gmerupakan modal usaha untuk mencapai kemerdekaan. Masa ini d sebut angkatan penegas, alasannya angkatan inilah yang menegaskan pentingnya persatuan dan kesatuan bangsa dalam berjuang mencapai kemerdekaan.

d.  Masa proklamsi kemerdekaan
Proklamasi kemerdekaan merupakan titik kulminasi (puncak) usaha bangsa Indoensia, juga merupakan  wujud usaha yan gberdasarkan persatuan Indonesia. Oleh lantaran itu, semangat kebangsaan, semangat persatuan dan kesatuan bangsa yang mengantarkan Indoensis mencapai tonggak sejarah yang paling mendasar harus kita jaga dan kita pertahankan. Proklamasi kemerdekaan merupakan jembatan emas yan gakan mengantarkan bangsa Indoensia menuju harapan nasional yaitu masyarakat yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur.

Wujud semangat dan kesepakatan kolektif kebangsaan untuk memperkuat Negara Kesatuan Republik Indonesia yang sanggup digali dari usaha bangsa Indonesia antara lain Pancasila sebagai dasar Negara, Lagu Indonesia Raya sebagai lagu kebangsaan, Bendera merah putih sebagai bendera Negara, dan Garuda Pancasila sebagai lambang Negara.

1. Pancasila Dasar Negara
Sebagaimana telah dijelaskan pada kepingan terdahulu bahwa Pancasila ditetapkan sebagai dasar Negara dan pandangan hidup bangsa. Penjelasan lebih lanjut silahkan baca materi penetapan Pancasila sebagai dasar Negara dan implementasi Pancasila sebagai dasar Negara.

2. Lagu Indonesia Raya Sebagai Lagu Kebangsaan

a. SejarahSingkatLaguKebangsaanIndonesia Raya

Lagu“Indonesia Raya”pertama kali diperdengarkan oleh penciptanya sendiri, W.R. Supratmanpada Kongres Pemuda Indonesia II di Jakarta tanggal 28 Oktober 1928. Sejak dikala itu, lagu tersebut mendapat penghargaan dari para cowok dan diakuinya sebagai lagu kebangsaan Indonesia. Lama kelamaanlagu itu menjadi popular dan tersiar luas hingga keluar negeri. Tiap-tiap rapat kebangsaan dibuka dan ditutup dengan lagu Indonesia Raya. Demikian pula, Pertemuan orang-orang atau para pemimpin bangsa Indonesia diluar negeri memperdengarkan lagu itu. Bahkan,perkumpulan-perkumpulan orkes Prancis, Rusia, Mesir, Tiongkok, dan Belanda meminta lagu itu diterjemahkandalam bahasa mereka dan dibuatkan piringan hitamnya.

Hal itu mengakibatkan Pemerintah Hindia Belanda menjadi gusar, kemudian melarang biar di dalam syair nyanyian itu tidak terdapat kata-kata “merdeka” dan menyita piringan hitam yang sudah jadi. Pemerintah Hindia Belanda mengizinkan lagu itu diperdengarkan dengan syarat sbb:
1. Kata-kata “merdeka, merdeka” harus diganti dengan “mulia, mulia”.
2. Sebelum dinyanyikan lagu “Indonesia Raya” terlebih dahulu harus dinyanyikan lagu kebangsaan Belanda“ Wilhelmus”.

Ketika akan masuk ke Indonesia dan guna mendapat santunan dalam perang melawan Sekutu, Jepang menghibur  Bangsa Indonesia dengan memperbolehkan lagu “IndonesiaRaya” dinyanyikan dimana-mana, termasuk diradio. Namun, sesudah Jepang menanamkan kekuasaannya di Indonesia, ia melarang lagu tersebut dinyanyikan di seluruh wilayah tanah air.

Setelah penghujung tahun 1944, ketika Jepang mulai memperlihatkan gejala kekalahannya dan ketika nasionalisme Indonesia sedang menyala-nyala hingga melahirkan perlawanan di beberapa tempat, bangsa Indonesia diperbolehkan kembali menyanyikan lagu “Indonesia Raya” di seluruh penjuru tanahair.

b. PenetapanLagu Indonesia Raya sebagai Lagu Kebangsaan Republik Indonesia
Setelah Indonesia merdeka, maka lagu tersebut ditetapkan sebagai lagu kebangsaan Indonesia berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 1958. Disamping menegaskan status lagu “Indonesia Raya”, dalam PP tersebut, juga diatur ihwal tata cara penggunaan lagu tersebut sbb:

1) Lagu kebangsaan diperdengarkan dan dinyanyikan:
a) untuk menghormati Kepala Negara danWakil Kepala Negara,
b) pada waktu penaikan dan penurunan bendera kebangsaan yang diadakan dalam upacara, untuk menghormati bendera itu,
c) untuk menghormati negara asing.

2) Lagukebangsaandapatpula diperdengarkandandinyanyikansebagai:
a) pernyataan perasaan nasional,
b) rangkaian pendidikan dan pengajaran.
3) Lagu kebangsaan dihentikan diperdengarkan dan dinyanyikan untuk:
a) reklame dalam bentuk apapun juga,
b) memakai bagian-bagian dari pada lagu kebangsaan dalam gubahan yang tidak sesuai dengan kedudukan lagu “Indonesia Raya” sebagai lagu kebangsaan.

Di samping itu, dalam tata tertib penggunaan lagu kebangsaan, lagu kebangsaan tidak boleh diperdengarkan dan dinyanyikan pada waktu dan tempat berdasarkan kemauan sendiri. Lagu kebangsaantidak bolehdi perdengarkan dan dinyanyikan dengan nada-nada, irama, iringan, kata-kata dan gubahan lain selain menyerupai yang sudah ditentukan. Pada waktu lagu kebangsaan diperdengarkan dan dinyanyikan orang yang hadir berdiri tegak ditempat masing-masing.

Barangsiapa melanggar ketentuan tersebut diancam sanksi kurunganselama-lamanya tiga bulan atau dengan dendasebanyak-banyaknyalima ratus rupiah. \

Perlu diketahui bahwa penetapan dan pengakuan lagu “Indonesia Raya” sebagai lagu kebangsaan Republik Indonesia bukan gres terjadi pada tahun 1958 dengan dikeluarkannya PP No  44 Tahun 1958, jauh dari tahun itu sudah ditetapkan. Memang, dalam UUD’45 tidak disebutkan hal itu, namun hal itu secara tegas disebutkan dalam Pasal 3ayat (2) Konstitusi RIS yang kemudian ditegaskan kembali dalam Pasal 3 ayat(2) UUDS1950.

Dalam pasal dan ayat tersebut  ditegaskan bahwa lagu kebangsaan ialah lagu “Indonesia Raya”. Dengan menyadari akan kekurangannya, MPR dalam sidangnya tahun 2000 dan ketikamengadakan amandemen (perubahan) kedua UUD’45, dilema itu ditambahkan dengan memasukkan ketentuan Pasal 36B. Dalam pasal itu dinyatakan bahwa lagu kebangsaan yaitu “IndonesiaRaya”.


3. Bendera Merah Putih Sebagai Bendera Negara
a. Fungsi Bendera Negara

Secara umum, bendera negara mempunyai fungsi, antara lain:
1) Sebagai lambang kedaulatan negara,
2) Sebagai identitas bangsa dan negara, dan
3) Sebagai lambang kehormatan dan harga diri suatu bangsa atau negara.

b. Dasar Hukum Berlakunya Bendera Kebangsaan Negara RI
Dasar aturan berlakunya bendera kebangsaan negara RI yaitu Pasal 35 Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi: “Bendera negara Indonesia ialah sang Merah Putih.” Selanjutnya secara terperinci, bendera negara diatur dalam PP No. 40 Tahun 1958.

Dalam peraturan itu antara lain, diatur ihwal tata cara penggunaannya. Ketentuan penggunaan bendera antara lain, disebutkan sbb:
1) Pada umumnya bendera kebangsaan dikibarkan pada waktu siang hari, yaitu antara dikala matahari terbit dan dikala matahari terbenam.
2) Dalam hal-hal istimewa, yaitu pada waktu diadakan peringatan nasional atau perayaan lain yang mengembirakan nusa dan bangsa, pemerintah sanggup menganjurkan supaya bendera kebangsaan dikibarkan di seluruh negara.
3) Penggunaan bendera kebangsaan diperbolehkan pada waktu dan di tempat:
a.Diadakan perhelatan perkawinan, perhelatan sunatan, dan perhelatan agama atau adat istiadat yang lazim dirayakan;
b. Didirikan bangunan, kalau pemasangan itu menjadi kebiasaan, dan pemasangannya itu sanggup dilakukan siang dan malam;
c. Diadakan pertemuan, menyerupai muktamar, konferensi, peringatan tokon nasional, atau hari-hari bersejarah;
d. Diadakan perlombaan;
e. Diadakan perayaan sekolah;
f. Diadakan perayaan lain yang pemasangan bendera itu sanggup dianggap sebagai tanda pernyataan kegembiraan umum.
4)  Bendera kebangsaan dikibarkan sebagai tanda berkabung kalau kepala negara atau wakil kepala negara wafat atau sebagai tanda turut berkabung terhadap negara sahabat. Dalam hal itu, bendera kebangsaan dipasang setengah tiang.
5) Bendera kebangsaan dikibarkan setiap hari:
a. Pada rumah-rumah jabatan atau di halaman rumah-rumah jabatan presiden, wakil presiden, menteri, gubernur, kepala kawasan yang setingkat dengan ini;
b. Dirumah-rumah pejabat atau di halaman rumah-rumah pejabat semua kepala daerah;
c. Dimakan pendekar nasional;
d. Di gedung-gedung atau halaman gedung-gedung kabinet, presiden, DPR, MA, Kejaksaan Agung, BPK, dan lain-lain pada hari kerja;
e. Digedung-gedung atau di halaman gedung-gedung sekolah negeri atau sekolah swasta nasional.
6) Bendera kebangsaan tidak boleh digunakan bertentangan dengan kedudukannya sebagai lambang kedaulatan dan tanda kehormatan negara, seperti:
a) digunakan sebagai langit-langit, atap, pembungkus barang, tutup barang, dan reklame perdagangan dengan cara apapun;
b) Digambar, dicetak, atau disulam pada barang-barang yang pemakaiannya mengandung kurang penghormatan terhadap bendera kebangsaan.
7) Barang siapa yang melanggar ketentuan menyerupai yang diatur dalam peraturan itu dieksekusi  dengan sanksi kurungan selama-lamanya tiga bulan atau denda sebanyak-banyaknya lima Ratus rupiah


4. Garuda Pancasila Sebagai Lambang Negara

Alat perekat persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia yang lain, yakni lambang negara. Lambang Negara kita yaitu burung garuda yang mencengkeram pita bertuliskan semboyan BhinnekaTunggal
Ika. Semboyanitu  berasal dari bahasa Jawa kuno artinyaberbeda-beda tetapi tetap satu jua. Lambang negara Republik Indonesia direncanakan oleh Panitia LencanaNegaradan disahkan oleh DewanMenteri RIS padatanggal 11 Februari 1950. Selanjutnya, ditetapkan kembali dengan PPNo. 66 Tahun 1951 tanggal 17 Oktober1951 yang berlaku surut semenjak tanggal 17 Agustus1950. Lambang itu menggambarkan seekor burung garuda yang didalam mitologi peradaban Indonesia berarti tenaga pembangunan.

Rantai yang  dikalungkan pada leher garuda itu tergantung sebuah perisai berbentuk jantung yang melambangkan pembelaan nusa dan bangsa. Banyak bulu disayap berjumlah 17 helai, diekor berjumlah 8 helai, dikaki sebelah bawah perisai berjumlah19 helai dan dileher bejumlah 45helai.
Semuabilanganitu melambangkantanggal, bulan, dantahun proklamasi kemerdekaan, yakni tanggal 17-8-1945. Garuda yang terlukis dengan warnakuning emas melambangkan kemenangan yang gemilang dan nilai negara. Warna merah putih didalam perisai berasal dari dwiwarna. Garis melintangdi tengah-tengah perisai menggambarkan khatulistiwa yang melalui Kepulauan Indonesia. Dengan garis itu dinyatakanbahwa Indonesia yaitu satu-satunya Negara orisinil didaerah khatulistiwa yang mencapai  kemerdekaan dan kedaulatan dengan kekuatan sendiri. Perisai yang terbagi lima itu mengingatkankepadaPancasila:
a. KetuhananYangMahaEsa(bintangditengah)
b. Kemanusiaanyangadildanberadab(rantai)
c. PersatuanIndonesia (beringin)
d.Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan (kepala banteng)
e. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (padidankapas).

C. Contoh Penerapan dan Sikap positif terhadap Semangat Kebangsaan

Semangat kebangsaan dalam arti luas, sanggup diterapkan di lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat sekiar dengan cara:

a)  Keteladanan
Keteladanan atau “teladan”, merupakan sikap dan sikap yang patut dicontoh atau ditiru lantaran perkataan dan perbuatannya. Keterladanan sanggup diberikan diberbagai lingkungan menyerupai rumah (keluarga), sekolah, instansi pemerintahan dan swasta, dan masyarakat luas. Keteladanan bisa dimulai dari hal – hal terkecil, dan dari diri sendiri. contohnya: bekerja keras dan disiplin dalam mengerjakan prestasi, mebayar pajak sempurna waktu, mematuhi tata tertib berlalu lintas, mau melaksanakan kerja bakti/gotong royong membersihkan lingkungan, tidak melaksanakan korupsi, dan lain – lain.

b)  Pewarisan
Pewarisan atau “warisan”, merupakan cara atau proses menurunkan, memperlihatkan atau menyerahkan sesuatu kepada pihak lain. Pewarisan semangat kebangsaan yaitu cara – cara menurunkan nilai – nilai, sikap, dan sikap terpuji kepada generasi berikutnya (muda). Contoh: tulus lapang dada dalam membantu orang yang terkena musibah, berlaku jujur dan bertanggung jawab dalam mengembang amanah, terbiasa berguru dan bekerja sempurna waktu, dan lain – lain.

c)  Ketokohan 
Ketokohan atau “tokoh”, merupakan sosok seseorang yang populer dan disegani lantaran pengaruhnya sangat besar di dalam masyarakat.
Dalam semangat kebangsaan, ketokohan perlu dijadikan sandaran pedoman (referensi) guna memperlihatkan motivasi dan semangat bagi generasi muda. Contoh: berupaya selalu mengambil inisiatif dalam hal-hal kebaikan (kerja bakti, membantu sesame, dan belajar), tidak cepat puas dalam suatu prestasi, ingin selalu memperlihatkan terbaik, rajin cepat dalam suatu prestasi, ingin selalu memperlihatkan yang terbaik, rajin membantu atau sedekah kepada orang lain yang membutuhkan, dan sebagainya.

Sikap positif terhadap semangat kebangsaan mengadung arti sikap positif terhadap nasionalisme dan patriotisme. Berikut ini pola upaya menumbuhkembangkan  sikap positif terhadap nasionalisme dan patriotism.

1. Menumbuhkan sikap positif terhadap semangat kebangsaan di lingkungan keluarga

Contoh upaya menumbuhkan Sikap positif terhadap semangat kebangsaan di lingkungan keluarga, antara lain
1)    memberikan pendidikan semenjak dini ihwal sikap nasionalisme dan patriotism terhadap bangsa Indonesia.
2)    setiap anggota keluarga sanggup memperlihatkan pola atau tauladan ihwal rasa kecintaan dan penghormatan pada bangsa.
3)    orang renta selalu memperlihatkan pengawasan terhadap pergaulan anaknya biar terhindari dari kenakalan cukup umur dan ancaman narkoba.
4)    membiasakan menanamkan nilai demokratis melalui musyawarah keluarga
5)    selalu memakai produk dalam negeri, dll.

2. Menumbuhkan sikap positif terhadap semangat kebangsaan di lingkungan sekolah

Contoh upaya menumbuhkan Sikap positif terhadap semangat kebangsaan di lingkungan keluarga, antara lain
1)    memberikan pelajaran ihwal pendidikan pancasila dan kewarganegaraan dan juga bela Negara.
2)    menanamkan sikap cinta tanah air dan menghormati jasa pendekar dengan mengadakan upacara setiap hari senindan upacara hari besar nasional.
3)    memberikan pendidikan moral, sehingga para cowok tidak gampang menyerap hal-hal negatif yang sanggup mengancam ketahanan nasional.
4)    Membiasakan hidup bersih, disiplin dan taat aturan melalui pelaksanaan tata tertib sekolah
5)    melatih untuk aktif berorganisasi, dll

2. Menumbuhkan sikap positif terhadap semangat kebangsaan di lingkungan Masyarakat, Bangsa dan Negara

Contoh upaya menumbuhkan sikap positif terhadap semangat kebangsaan di lingkungan masyarakat, bangsa dan negara, antara lain
1)   Menggalakan banyak sekali kegiatan yang sanggup meningkatkan rasa nasionalisme, menyerupai gotong royong, bakti sosial, festival budaya,dan linnya.
2)   Mewajibkan pemakaian batik kepada pegawai negeri sipil pada hari tertentu. Hal ini dilakukan lantaran batik merupakan sebuah kebudayaan orisinil Indonesia, yang diharapkan dengan kebijakan tersebut sanggup meningkatkan rasa nasionalisme dan patrotisme bangsa.
3)   Tokoh masyarakat, pejabat pemerintah, pejabat  negara dan anggota dewan Para pejabat harus lebih mendengarkan dan menghargai aspirasi rakyat, serta lebih mementingkan kepentingan rakyat.

Saat ini kita harus bisa menumbuhkembangan semangat kebangsaan menyerupai yang dicontohkan para pejuang bangsa untuk mengatasi banyak sekali permasalahan bangsa dengan bersikap pantang menyerah, selalu bekerja keras, jujur, adil, disiplin, berani melawan kesewenang-wenangan, tidak korupsi, toleran, dan lain-lain. Bila tidak bisa, artinya kita tidak bisa lagi mempertahankan eksistensi bangsa dan negara dari kehancuran.


C. Komitmen Kebangsaan
1. Pengertian  Komitmen Kebangsaan
Istilah Wawasan Kebangsaan terdiri dari dua suku kata yaitu “Wawasan” dan “Kebangsaan”. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002) dinyatakan bahwa secara etimologis istilah “wawasan” berarti: (1) hasil mewawas, tinjauan, pandangan dan sanggup juga berarti (2) konsepsi cara pandang. Wawasan Kebangsaan sangat identik dengan Wawasan Nusantara yaitu cara pandang bangsa Indonesia dalam mencapai tujuan nasional yang meliputi perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai kesatuan politik, sosial budaya, ekonomi dan pertahanan keamanan (Suhady dan Sinaga, 2006).

“Kebangsaan” berasal dari kata “bangsa” yang berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002) berarti kelompok masyarakat yang bersamaan asal keturunan, adat, bahasa, dan sejarahnya, serta berpemerintahan sendiri. Sedangkan “kebangsaan” mengandung arti (1) ciri-ciri yang menandai golongan bangsa, (2) perihal bangsa; mengenai (yang bertalian dengan) bangsa, (3) kesadaran diri sebagai warga dari suatu negara.

Dengan demikian wawasan kebangsaan sanggup diartikan sebagai konsepsi cara pandang yang dilandasi akan kesadaran diri sebagai warga dari suatu negara akan diri dan lingkungannya di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Prof. Muladi, Gubernur Lemhannas RI, meyampaikan bahwa wawasan kebangsaan yaitu cara pandang bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya, mengutamakan kesatuan dan persatuan wilayah dalam penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kesatuan atau integrasi nasional bersifat kultural dan tidak hanya bernuansa struktural mengandung satu kesatuan ideologi, kesatuan politik, kesatuan sosial budaya, kesatuan ekonomi, dan kesatuan pertahanan dan keamanan.

Wawasan kebangsaan memilih cara bangsa mendayagunakan kondisi geografis negara, sejarah, sosio-budaya, ekonomi dan politik serta pertahanan keamanan dalam mencapai harapan dan menjamin kepentingan nasional. Wawasan kebangsaan memilih bangsa menempatkan diri dalam tata berafiliasi dengan sesama bangsa dan dalam pergaulan dengan bangsa lain di dunia internasional. Wawasan kebangsaan mengandung kesepakatan dan semangat persatuan untuk menjamin eksistensi dan peningkatan kualitas kehidupan bangsa dan menghendaki pengetahuan yang memadai ihwal tantangan masa kini dan masa mendatang serta banyak sekali potensi bangsa.

Wawasan kebangsaan sanggup juga diartikan sebagai sudut pandang/cara memandang yang mengandung kemampuan seseorang atau kelompok orang untuk memahami eksistensi jati diri sebagai suatu bangsa dalam memandang dirinya dan bertingkah laris sesuai falsafah hidup bangsa dalam lingkungan internal dan lingkungan eksternal (Suhady dan Sinaga, 2006).

Dengan demikian dalam kerangka NKRI, wawasan kebangsaan yaitu cara kita sebagai bangsa Indonesia di dalam memandang diri dan lingkungannya dalam mencapai tujuan nasional yang meliputi perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai kesatuan politik, sosial budaya, ekonomi dan pertahanan keamanan, dengan berpedoman pada falsafah Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 atau dengan kata lain bagaimana kita memahami Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan Poleksosbud dan Hankam.

2.  Wawasan Kebangsaan Indonesia
Konsep kebangsaan merupakan hal yang sangat mendasar bagi bangsa Indonesia. Dalam kenyataannya konsep kebangsaan itu telah dijadikan dasar negara dan ideologi nasional yang terumus di dalam Pancasila sebagaimana terdapat dalam Alinea IV Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Konsep kebangsaan itulah yang membedakan bangsa Indonesia dengan bangsa-bangsa lain di dunia ini.

Dorongan yang melahirkan kebangsaan kita bersumber dari usaha untuk mewujudkan kemerdekaan, memulihkan martabat kita sebagai manusia. Wawasan kebangsaan Indonesia menolak segala diskriminasi suku, ras, asal-usul, keturunan, warna kulit, kedaerahan, golongan, agama dan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, kedudukan maupun status sosial. Konsep kebangsaan kita bertujuan membangun dan menyebarkan persatuan dan kesatuan.

Dalam zaman Kebangkitan Nasional 1908 yang dipelopori oleh Budi Utomo menjadi tonggak terjadinya proses Bhineka Tunggal Ika. Berdirinya Budi Utomo telah mendorong terjadinya gerakan-gerakan atau organisasi-organisasi yang sangat majemuk, baik di pandang dari tujuan maupun dasarnya.

Dengan Sumpah Pemuda, gerakan Kebangkitan Nasional, khususnya kaum cowok berusaha memadukan kebhinnekaan dengan ketunggalikaan. Kemajemukan, keanekaragaman menyerupai suku bangsa , adat istiadat, kebudayaan, bahasa daerah, agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa tetap ada dan dihormati.

Wawasan kebangsaan Indonesia tidak mengenal adanya warga negara kelas satu, kelas dua, dominan atau minoritas. Hal ini antara lain dibuktikan dengan tidak dipergunakannya bahasa Jawa misalnya, sebagai bahasa nasional tetapi justru bahasa melayu yang kemudian berkembang menjadi bahasa Indonesia.

Derasnya dampak globalisasi, bukan tidak mungkin akan memporak porandakan adat budaya yang menjadi jati diri kita sebagai suatu bangsa dan akan melemahkan paham nasionalisme. Paham nasionalisme yaitu suatu paham yang menyatakan bahwa loyalitas tertinggi terhadap dilema duniawi dari setiap warga bangsa ditunjukan kepada negara dan bangsa.

Meskipun dalam awal pertumbuhan nasionalisme diwarnai oleh slogan yang sangat terkenal, yaitu: liberty, equality, fraternality, yang merupakan pangkal tolak nasionalisme yang demokratis, namun dalam perkembangannya nasionalisme pada setiap bangsa sangat diwarnai oleh nilai-nilai dasar yang berkembang dalam masyarakatnya masing-masing, sehingga memperlihatkan ciri khas bagi masing-masing bangsa.

Wawasan kebangsaan Indonesia menjadikan bangsa yang tidak sanggup mengisolasi diri dari bangsa lain yang menjiwai semangat bangsa laut yang terimplementasikan menjadi wawasan nusantara bahwa wilayah laut Indonesia yaitu kepingan dari wilayah negara kepulauan yang diakui dunia. Wawasan kebangsaan merupakan pandangan yang menyatakan negara Indonesia merupakan satu kesatuan dipandang dari semua aspek sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia dalam mendayagunakan konstelasi Indonesia, sejarah dan kondisi sosial budaya untuk mengejawantahan semua dorongan dan rangsangan dalam usaha mencapai perwujudan aspirasi bangsa dan tujuan nasional yang meliputi kesatuan politik, kesatuan sosial budaya, kesatuan ekonomi, kesatuan pertahanan keamanan (Suhady dan Sinaga, 2006).

Wawasan kebangsaan Indonesia yang menjadi sumber perumusan kebijakan desentralisasi pemerintahan dan pembangunan dalam rangka pengembangan otonomi kawasan harus sanggup mencegah disintegrasi / pemecahan negara kesatuan, mencegah merongrong wibawa pemerintah pusat, mencegah timbulnya kontradiksi antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Melalui upaya tersebut diharapkan sanggup terwujud pemerintah pusat yang higienis dan akuntabel dan pemerintah kawasan yang tumbuh dan berkembang secara berdikari dengan daya saing yang sehat antar kawasan dengan terwujudnya kesatuan ekonomi, kokohnya kesatuan politik, berkembangnya kesatuan budaya yang memerlukan warga bangsa yang kompak dan bersatu dengan ciri kebangsaan, netralitas birokrasi pemerintahan yang berwawasan kebangsaan, sistem pendidikan yang menghasilkan kader pembangunan berwawasan kebangsaan.

Wawasan kebangsaan Indonesia memberi kiprah bagi bangsa Indonesia untuk proaktif mengantisipasi perkembangan lingkungan stratejik dengan memberi pola bagi bangsa lain dalam membina identitas, kemandirian dan menghadapi tantangan dari luar tanpa konfrontasi dengan meyakinkan bangsa lain bahwa eksistensi bangsa merupakan aset yang diharapkan dalam menyebarkan nilai kemanusiaan yang beradab (Sumitro dalam Suhady dan Sinaga, 2006).

Akhirnya, bagi bangsa Indonesia, untuk memahami bagaimana wawasan kebangsaan perlu memahami secara mendalam falsafah Pancasila yang mengandung nilai-nilai dasar yang balasannya dijadikan pedoman dalam bersikap dan bertingkah laris yang bermuara pada terbentuknya abjad bangsa.


3.  Makna Wawasan Kebangsaan 
Wawasan Kebangsaan bagi bangsa Indonesia mempunyai makna:
1) Wawasan kebangsaan mengamanatkan kepada seluruh bangsa biar menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan;
2) Wawasan kebangsaan menyebarkan persatuan Indonesia sedemikian rupa sehingga asas Bhinneka Tunggal Ika dipertahankan;
3) Wawasan kebangsaan tidak memberi tempat pada patriotisme yang licik;
4) Dengan wawasan kebangsaan yang dilandasi oleh pandangan hidup Pancasila, bangsa Indonesia telah berhasil merintis jalan menjalani misinya di tengah-tengah tata kehidupan di dunia;
5) NKRI yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur bertekad untuk mewujudkan bangsa yang maju dan berdikari serta sejahtera lahir batin, sejajar dengan bangsa lain yang sudah maju.

4.  Nilai Dasar Wawasan Kebangsaan
Nilai Wawasan Kebangsaan yang terwujud dalam persatuan dan kesatuan bangsa mempunyai enam dimensi yang bersifat mendasar dan fundamental, yaitu:
1) Penghargaan terhadap harkat dan martabat insan sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa;
2) Tekad bersama untuk berkehidupan kebangsaan yang bebas, merkeka, dan besatu;
3) Cinta akan tanah air dan bangsa;
4) Demokrasi atau kedaulatan rakyat;
5) Kesetiakawanan sosial;
6) Masyarakat adil-makmur.

D. Gotong Royong Sebagai Wujud Nyata Semangat dan  Komitmen Kolektif Kebangsaan
Soekarno pada pidatonya tanggal 1 Juni 1945 mengusulkan satu substansial dasar negara dengan 3 versi, yaitu: Pancasila, Trisila dan Ekasila (Penetapan Tujuh Bahan Pokok Indoktrinasi - Ir Soekarno). Pancasila terdiri dari ketuhanan (religiositas), kemanusiaan (humanitas), persatuan (nasionalitas), kerakyatan (soverenitas), dan keadilan sosial (sosialitas). Trisila terdiri dari sosionasionalisme, sosiodemokrasi dan ketuhanan. Sementara ekasila dimaknai sebagai gotong royong. Soekarno menyebutnya, “Dari Pancasila bisa diperas menjadi Ekasila.” Makara gotong royong itu bersama-sama yaitu Pancasila juga.

Seandainya hanya satu prinsip yang diminta, Soekarno menyampaikan harus digali dari tujuan membangun Indonesia, yaitu “semua untuk semua.” Harus dicatat bahwa Indonesia didirikan bukan hanya untuk orang jawa saja atau untuk umat muslim saja, tapi Indonesia buat Indonesia. Kata yang diusulkan yaitu kata Indonesia asli: gotong royong (Soekarno: Bapak Bangsa Indonesia - MM Darmawan, 2005).

1. Makna Gotong Royong
Kita sebagai makhluk sosial membutuhkan sesamanya dalam mencapai kesejahteraan yang baik. Tak sanggup dipungkiri bahwa gotong royong merupakan aset budaya yang harus senantiasa dijaga dan menjadi pola sikap masyarakat. Gotong royong pun bisa membuat suasana yang serasi antara masyarakat yakni seringnya masyarakat intens menjalin silatuhrami, melaksanakan kerjasama maka, terjalinlah solidaritas dari itu sanggup menumbuhkan rasa simpati dan tenggang rasa masyarakat sehingga menjadi alat perekat untuk memperkuat dan mempererat hubungan mayarakat, bila dimanfaatkan sanggup menjadi senjata yang ampuh dalam menghadapi pembangunan nasional. Berawal dari itu, masyarakat sudah mempunyai rasa saling mempunyai serta rasa memerlukan satu sama lain berlanjut pada kepedulian terhadap sesama dan lingkungan, apabila kita sambungkan sanggup merujuk pada sifat nasionalisme yang kita butuhkan pada zaman globalisasi kini ini.

Tak pelik dalam kehidupan masyarakat Indonesia, istilah gotong royong menempati posisi terhormat sekaligus membumi. Nenek moyang kita dulu sudah mengenal gotong royong itu sehingga dulu negara kita yaitu negara yang sejahtera lantaran nilai gotong royong itu sendiri. Begitupun sejarah telah mencatat bahwa proses lahirnya bangsa (melalui sumpah cowok 1928)  hingga proses lahirnya negara (melalui Proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945) merupakan hasil dari gotong royong dari segenap komponen bangsa. Presiden Sukarno memakai istilah gotong royong sebagi kata lain Ekasila yang merupakan perasan lanjutan dari Trisila sesudah sebelumnya merupakan hasil peras dari Pancasila. Pada era Orde baru, kata gotong royong juga sering dijadikan kata kunci dalam rangka mensukseskan program-program pembangunan. Hal itu menyatakan bahwa gotong royong itu sudah mendarah daging bagi bangsa Indonesia sehingga gotong royong sanggup dikatakan sebagai karakteristik atau ciri khas budaya bangsa Indonesia.

Menurut Garnaut dan Mcawley, semenjak Indonesia mengalami kemerdekaan pada tahun 1945, interaksi sosial yang dimiliki bangsa Indonesia bersifat kolektif, konsensual, dan kooperatif. Sifat interaksi sosial berlangsung dalam masyarakat Indonesia dikala itu besar lengan berkuasa kuat terhadap pembentukan abjad bangsa dan budaya. Serangkaian istilah yang menempel dengan budaya Indonesia yaitu koperasi, musyawarah, dan gotong royong.

2. Pengaruh Prinsip Gotong Royong Terhadap Pembangunan
Dalam khazanah kehidupan masyarakat  Indonesia,  istilah “gotong royong” menempati posisi terhormat sekaligus membumi. Terhormat lantaran istilah tersebut sering dijadikan kata kunci oleh para tokoh bangsa untuk menggalang santunan terhadap suatu gagasan. Presiden Sukarno memakai istilah gotong royong sebagai kata lain Ekasila yang merupakan perasan lanjutan dari Trisila sesudah sebelumnya merupakan hasil peras dari Pancasila. 

Bung Karno pernah berpidato ihwal pentingnya gotong royong: ….Sebagaimana tadi yang telah saya katakan: kita mendirikan Negara Indonesia, yang kita semua harus mendukungnya. Semua bagi semua! Bukan Kristen untuk Indonesia, bukan golongan Islam buat Indonesia, bukan Hadikoesoemo buat Indonesia, bukan Van Hoek buat Indonesia, bukan Nitisemito yang kaya buat Indonesia, tapi Indonesia buat Indonesia –semua buat semua! Jikalau saya peras yang lima (Pancasila) menjadi tiga, dan yang tiga menjadi satu, maka dapatlah saya satu perkataan Indonesia yang tulen, yaitu “gotong royong”. Negara Indonesia yang kita dirikan haruslah negara gotong royong! Alangkah hebatnya! Negara gotong-royong!

Dalam pidatonya yang lain Bung Karno menyebutkan: “Gotong royong” yaitu paham yang dinamis, lebih dinamis dari “kekeluargaan” saudara-saudara! Kekeluargaan yaitu satu paham yang statis, tetapi gotong royong menggambarkan satu usaha, satu amal, satu pekerjaan, yang dinamakan anggota yang terhormat Soekardjo: satu karyo, satu gawe. Marilah kita menuntaskan karyo, gawe, pekerjaan, amal ini bersama-sama! Gotong royong yaitu membanting tulang bersama, pemerasan keringat bersama, usaha bantu-binantu bersama. Amal semua buat kepentingan semua, keringat semua buat kebahagiaan semua. Holopis-kuntul-baris buat kepentingan bersama! Itulah gotong royong! Rakyat itu semua harus digotong-royongkan dalam usaha raksasa ini!

Pada  era  Orde  Baru,  kata  gotong  royong  juga  sering  dijadikan  kata  kunci  dalam  rangka mensukseskan program-program pembangunan. Betapapun besar  anggaran  yang disediakan negara melalui APBN  bila  tanpa  didukung  semangat  kebersamaan  bernama  gotong  royong dalam  membangun  dan  memelihara  hasil  pembangunan,  tentulah  program  itu  tidak  akan berjalan secara efektif dan efisien. 

Di era pemerintahan Megawati Sukarnoputri, gotong royong bahkan digunakan sebagai nama kabinet. Lebih  jauh M. Nasroen,  salah  seorang pencetus kajian  filsafat  Indonesia  menyatakan  bahwa  Gotong  royong  merupakan  salah  satu  dasar filsafat Indonesia. 

Melalui gotong  royong biaya hidup dan kegiatan pembangunan menjadi  lebih murah dan efisien. Bilamana bisa dihitung biaya untuk proteksi umum dan  lain-lain dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang dilakukan secara bergotong royong, bisa jadi jumlahnya lebih besar dari APBN. 

Ada salah satu pola desa yang berhasil mengimplementasikan prinsip gotong royong dalam peningkatan perekonomian warganya, yaitu Desa Tutul, Kecamatan Balung, di Kabupaten Jember, Jawa Timur. Desa tersebut berhasil mengantar desanya yang miskin menjadi desa wirausaha berkat prinsip gotong royong yang bisa mengolah anggaran Desa sehingga menghasilkan laba, bukan justru habis tidak berbekas. Karena prestasinya, Desa Tutul hingga disebut desa tanpa pengangguran, lantaran hampir seluruh warganya bisa bekerja mandiri.
Bekerja sebagai perajin menjadi kehidupan mereka sehari-hari di samping mengurus sawah atau kerja lainnya. “Pada waktu-waktu tertentu dikala sawah tak bisa digarap, ibu-ibu hingga cowok membuat macam-macam kerajinan. Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi pada 2012 juga memutuskan Desa Tutul sebagai desa produktif lantaran bisa berdikari dan membuka peluang kerja tidak hanya di Desa Tutul, tetapi juga desa lain.
Saat ini, Desa Tutul juga menjadi desa binaan dari perusahaan-perusahaan BUMN. Perusahaan-perusahaan memperlihatkan kredit untuk modal bagi perajin kecil untuk memperbesar usahanya sebagai kepingan dari rasa tanggung jawab sosial.
Pemerintah Kabupaten Jember turut mendukung usaha mikro, kecil, menengah menyerupai yang ada di Tutul. Bupati Jember MZA Djalal menilai pariwisata dan UMKM bisa menggerakkan ekonomi rakyat. Pada 2013, Pemkab mengalokasikan anggaran Rp 5,39 miliar melalui koperasi dan usaha kecil memengah serta Rp 4,1 miliar lewat pos Dinas Perindustrian untuk memperkuat UMKM di Jember. Diharapkan desa-desa lain pun bisa mengikuti jejak Desa Tutul.

3. Implementasi Prinsip Gotong Royong Sebagai Wujud Nyata Semangat dan  Komitmen Kolektif Kebangsaan

Prinsip kekeluargaan dan kegotongroyongan dalam kehidupan bernegara nampak dalam kehidupan ekonomi,  sosial dan politik. Dalam Dalam kehidupan ekonomi terlihat dari makna pasal 33 ayat 1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesa tahun 1945 menyatakan “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan”. Hal ini berarti dalam kegiatan usaha ekonomi digunakan prinsip kerjasama, saling membantu dalam suasana demokrasi ekonomi untuk mencapai kesejahteraan bersama secara adil

Selanjutnya Pasal 33 ayat (2) dan (3) menyatakan : (2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. (3) Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pasal 33 ayat (2) dan (3) diatas menegaskan bahwa perekonomian di Indonesia sebesar-besarnya ditujukan untuk kemakmuran rakyat.

Badan usaha atau forum ekonomi yang dibuat untuk melaksanakan pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 yaitu:
a. Koperasi
b. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan
c. Usaha Swasta (wiraswasta) menyerupai CV atau PT

Bila kita kaitkan dengan pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945, maka bentuk perusahaan yang paling sesuai ialah Koperasi, lantaran koperasi merupakan suatu tubuh usaha yang melaksanakan usahanya didasarkan atas azas kekeluargaan.
Gotong royong dalam kehidupan sosial politik sanggup kita lihat dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia. Masyarakat Indonesia semenjak dulu dalam kehidupan sosialnya sudah terbiasa hidup dalam suasana gotong royong. Masyarakat akan saling bantu dan hampir semua kepentingan masyarakat di desa dibangun oleh masyarakat itu sendiri secara bergotong royong.

Dalam bidang sosial gotong-royong ini hampir ditemui di kelompok-kelompok masyarakat Indonesia atau suku-suku bangsa Indonesia. Misalnya hasil penelitian Koentjaraningrat (dalam Budimansyah, 2000) di wilayah Bagelen Jawa Tengah kegiatan gotong royong itu terlihat dalam kegiatan-kegiatan sebagaiberikut:
1.   Waktu ada bencana janjkematian atau kecelakaan, dimana orang dating untuk memberi pertolongan ataupun layadan.
2.   Waktu seluruh penduduk  desa turun untuk mengerjakan pekerjaan yang sifatnya untuk kepentingan umum (desa) yang lajim disebut gugurgunung, menyerupai memperbaiki jalandesa,lumbungdesa dan lain-lain.
3.   Waktu seorang warga desa mengadakan pesta dan tetangga berdatangan untuk membantu. Kegiatan ini dinamakan sambatan atau njurungan
4.   Waktu-waktu tertentu dimana makam nenek moyang  desa perlu dibersihkan, kegiatan ini dinamakanrerukun alur waris.
5.   Waktu seorang penduduk perlu mengerjakan sesuatu untuk tempat tinggal (membongkar atap, mendirikan rumah baru) dan tetangga berdatangan membantu. Kegiatan ini dinamakan sambatan.
6.   Waktu kegiatan yang berafiliasi dengan pertanian, baik membetulkan kanal air maupun panenan. Kegiatan ini dinamakan kerubutan tau grojogan
7.   Waktu ada keperluan desa yang sifatnya tidak pribadi berafiliasi dengan kepentingan umum, contohnya pekerjaan yang menjadi kiprah kepala desa namun penduduk turun membantunya. Kegiatan ini disebut keregan

Dalam kehidupan politik sila keempat Pancasila menempatkan begitu pentingnya nilai gotong royong dijadikan landasan kehidupan politik. Pancasila sila keempat yang berbunyi “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan”. Perilaku politik harus didasari nilai hikmat, kebijaksanaan, permusyawaratan dan perwakilan. Hal itu semua merupakan kepingan dari gotong royong.

Sila keempat Pancasila pada prinsipnya menegaskan bahwa bangsa Indonesia akan terus memelihara dan menyebarkan semangat bermusyawarah dalam perwakilan. Bangsa Indonesia akan tetap memelihara dan menyebarkan kehidupan demokrasi. Bangsa Indonesia akan memelihara serta menyebarkan kearifan dan kebijaksanaan dalam bermusyawarah.

Permusyawaratan memancarkan kehendak untuk menghadirkan negara persatuan yang sanggup mengatasi paham perseorangan dan golongan, sebagai pantulan dari semangat kekeluargaan dari pluralitas kebangsaan Indonesia dengan mengakui adanya “kesederajatan/persamaan dalam perbedaan”.


Permusyawaratan yaitu suatu tata cara khas kepribadian Indonesia untuk merumuskan dan/atau memutuskan suatu hal berdasarkan kehendak rakyat, hingga tercapai keputusan yang berdasarkan kebulatan pendapat atau mufakat. Perwakilan yaitu suatu sistem dalam arti tata cara (prosedur) mengusahakan turut sertanya rakyat mengambil kepingan dalam kehidupan bernegara, antara lain dilakukan dengan melalui badan-badan perwakilan.

Hikmat kebijaksanaan merefleksikan tujuan sebagaimana dikehendaki oleh Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat itu hendaknya didasarkan pada nilai-nilai ketuhanan, perikemanusiaan, persatuan, permusyawaratan, dan keadilan.

Dalam demokrasi permusyawaratan, suatu keputusan politik dikatakan benar kalau memenuhi setidaknya empat prasyarat. Pertama, harus didasarkan pada asas rasionalisme dan keadilan bukan hanya berdasarkan subjektivitas dan kepentingan. Kedua, didedikasikan bagi kepentingan banyak orang, bukan demi kepentingan perseorangan dan golongan. Ketiga, berorientasi jauh ke depan, bukan demi kepentingan jangka pendek melalui kemudahan transaksional yang bersifat destruktif (toleransi negatif). Keempat, bersifat imparsial, dengan melibatkan dan mempertimbangkan pendapat semua pihak (minoritas terkecil sekalipun) secara inklusif, yang sanggup menangkal dikte-dikte minoritas elite penguasa dan pengusaha serta klaim-klaim mayoritas. Sila Keempat ini juga merupakan suatu asas, bahwa tata pemerintahan Republik Indonesia didasarkan atas kedaulatan rakyat, sebagaimana ditegaskan dalam alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Atas dasar tersebut, disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia, yang berkedaulatan rakyat.



= Baca Juga =