Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) melaksanakan revitalisasi komite sekolah melalui Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) 75 Tahun 2016 wacana Komite Sekolah.
"Melalui Permendikbud ini, kami memperkuat komite sekolah yang mana komite dihentikan melaksanakan pungutan," ujar Staf Ahli Mendikbud Bidang Regulasi, Chatarina Muliana Girsang, dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (16/1).
Dalam Permendikbud tersebut, guru dihentikan lagi menjadi anggota komite sekolah. Komite sekolah terdiri dari 30 persen tokoh masyarakat, 50 persen orang renta atau wali murid dan 30 persen berasal dari pakar pendidikan. Komite sekolah berfungsi dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan secara gotong royong, demokratis, mandiri, profesional dan akuntabel
Sementara, kiprah dari komite sekolah tersebut adalah memperlihatkan pertimbangan dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan terkait kebijakan dan kegiatan sekolah, menggalang dana dan sumber daya pendidikan lain dair masyarakat, mengawasi pelayanan pendidikan di sekolah, dan menindaklanjuti keluhan, saran, kritik serta aspirasi penerima didik.
Chatarina menyebutkan ada perbedaan utama dalam penggalangan dana, terutama pada sumbangan, santunan dan pungutan pendidikan. Dalam Permendikbud tersebut dibatasi bahwa komite sekolah hanya boleh memungut santunan dan sumbangan.
"Jadi tidak ada yang namanya pungutan pendidikan. Permendikbud ini bertujuan bukan untuk membebani masyarakat tetapi memberi batasan yang terperinci mengenai kiprah komite sekolah," papar dia.
Irjen Kemdikbud, Daryanto, menyampaikan pengawas sekolah dari dinas pendidikan akan melaksanakan pengawasan terhadap praktik sumbangan dan santunan yang ada di sekolah.
"Pengawas sekolah akan melaksanakan pengawasan pribadi di sekolah," kata Daryanto.
Sementara itu Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen), Hammid Muhammad, menyampaikan pemberlakuan Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 bertujuan meningkatkan mutu sekolah. Sekolah sanggup lebih membuatkan diri dan tidak hanya bergantung kepada Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
"Harapannya sekolah sanggup lebih maju dengan adanya hukum ini. Sekolah jangan hanya menggantungkan diri kepada BOS yang tidak seberapa," ujar Hammid kepada Republika di Kantor Kemenko PMK, Senin (16/1).
Dia melanjutkan Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 menekankan kepada kiprah komite sekolah. Pihaknya menegaskan hukum itu mengatur wacana sumbangan pendidikan melalui komite sekolah. "Jadi itu bukan pungutan," tutur dia.
Hammid menjelaskan peraturan juga tidak menitikberatkan untuk meminta sumbangan kepada orangtua. Namun, sumbangan pendidikan sanggup berasal dari alumni, CSR atau orang-orang yang peduli terhadap sekolah. (republika)