Dikdasmen Kemendikbud: Sekolah Lima Hari Dapat Dilakukan Pagi –Siang Di Sekolah Formal, Siang-Sore Di Sekolah Keagamaan

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menyatakan keberatan atas evaluasi Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang meyakini kebijakan sekolah lima hari dalam sepekan akan menciptakan sekolah agama gulung tikar. "Sekolah lima hari itu, dilaksanakan dengan dua cara," kata Dirjen Dikdasmen Kemendikbud Hamid Muhammad kepada wartawan, Ahad (11/6).

Hamid menerangkan, dalam acara sekolah lima hari sepakan, siswa bisa melaksanakan kegiatan berguru di satu sekolah secara penuh, mulai pagi hingga sore. Kegitan ini dilakukan dengan memakai kemudahan berguru di sekolah yang bersangkutan.

Kedua, dia melanjutkan, siswa berguru di sekolah hingga siang, sehabis itu dilanjutkan di sekolah/lembaga lain menyerupai madrasah diniyah, pesantren, sanggar seni, olahraga, museum dan tempat berguru lain yang dipilih siswa sendiri. "Jadi yg menyatakan madrasah melarat sepertinya tidak akan terjadi, justru akan memperkuat keberadaannya," jelasnya.


Sebelumnya, MUI meminta Kemendikbud mengkaji ulang kebijakan lima hari sekolah dalam sepekan. Dalam keterangan tertulis yang diterima Republika, MUI meyakini kebijakan itu akan kuat pada praktik penyelenggaraan pendidikan keagamaan. 

Berikut Penjelasan Mendikbud 
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan  (Kemendikbud) segera menerapkan kebijakan delapan jam berguru dengan lima hari sekolah di tahun pedoman 2017/2018. Kebijakan ini merupakan implementasi dari acara Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) yang menitik beratkan lima nilai utama, yaitu religius, nasionalis, gotong royong, mandiri, dan integritas. 

"Peraturan terkait hal tersebut segera diterbitkan dan segera kita sosialisasikan," ungkap Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy di kantor Kemendikbud, Jakarta, Ahad (11/6).

Dalam siaran persnya kepada Republika.co.id, da menjelaskan, penguatan huruf tersebut tidak berarti siswa akan berguru selama delapan jam di kelas. Namun, siswa akan didorong melaksanakan acara yang menumbuhkan akal pekerti serta keterampilan masa 21. Tak hanya di sekolah, lingkungan menyerupai surau, masjid, gereja, pura, lapangan sepak bola, museum, taman budaya, sanggar seni, dan tempat-tempat lainnya sanggup menjadi sumber belajar. 

“Proporsinya lebih banyak ke pembentukan karakter, sekitar 70% dan pengetahuan 30 persen,” terang Mendikbud. 

Untuk itu kegiatan guru ceramah di kelas harus dikurangi digantikan dengan acara positif, termasuk mengikuti madrasah diniyah, bagi siswa muslim. Guru wajib mengetahui dan memastikan di mana dan bagaimana siswanya mengikuti pelajaran agama sebagai potongan dari penguatan nilai relijiusitas. Guru wajib memantau siswanya biar terhindar dari pengajaran sesat atau yang mengarah kepada intoleransi.  

Kekhawatiran sebagian pihak bilamana delapan jam berguru di sekolah sanggup menggerus adanya madrasah diniyah dinilai Mendikbud tidak beralasan. Sebab, justru dengan semakin banyak waktu siswa belajar, maka madrasah diniyah sanggup diintegrasikan dengan pembentukan karakter. Madrasah diniyah justru diuntungkan alasannya yaitu akan tumbuh dijadikan sebagai salah satu sumber berguru yang sanggup bersinergi dengan sekolah dalam menguatkan nilai huruf religius.

"Jangan dibayangkan siswa akan berada di kelas sepanjang hari. Nantinya guru akan mendorong siswa untuk berguru dengan banyak sekali metode menyerupai role playing, proyek; dan dari majemuk sumber belajar, bisa dari seniman, petani, ustadz, pendeta. Banyak sumber yang bisa terlibat, tetapi guru harus tetap bertanggung jawab pada acara siswanya,” ujar Mendikbud. 

Guru menjadi faktor penting dalam penerapan PPK di sekolah. Disampaikan Mendikbud, guru bukan hanya pelatih atau pengajar, tetapi juga penghubung sumber-sumber belajar. "Guru juga perlu menjadi gate keepers yang bisa membantu siswa menyaring efek negatif menyerupai radikalisme dan narkoba. Dan guru juga harus menjadi katalisator yang bisa mengubah potensi anak didik," terang Muhadjir.

Penerapan kebijakan delapan jam berguru dengan lima hari sekolah akan dilaksanakan secara bertahap, diubahsuaikan dengan kapasitas sekolah.

Mendikbud mengimbau kepada para kepala sekolah yang tergabung dalam Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) biar sanggup berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan untuk segera memetakan sekolah-sekolah yang siap melaksanakan kebijakan ini. Selain itu, kiprah guru maupun MKKS yaitu memastikan bahwa potensi kekhasan di tempat terpelihara dengan baik. 

“Misalnya jikalau di sebuah tempat ada tradisi anak mengaji di madrasah diniyah pada jam-jam sore, maka jam-jam tersebut harus dikonversi sebagai potongan dari delapan jam pelajaran itu. Di beberapa tempat sudah menerapkan menyerupai itu dan saya kira sangat baik,” ujar Mendikbud (Sumber: republika)

=====================================================




= Baca Juga =