Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy membantah info yang beredar bahwa dirinya akan menghapus mata pelajaran agama akhir pemberlakuan delapan jam di hari sekolah. Ia menegaskan, mata pelajaran agama akan tetap ada, bahkan sanggup menjadi semakin besar lengan berkuasa jikalau ada kolaborasi antara sekolah dengan madrasah diniyah. Nilai kegiatan keagamaan yang diikuti siswa di madrasah diniyah sanggup digunakan untuk melengkapi pendidikan agama di sekolah.
"Jadi bukan menghapus pelajaran agama. Justru sanggup digunakan untuk jadi penguat (pelajaran agama). Kaprikornus tidak ada pengulangan (antara yang diajarkan dalam pelajaran agama di sekolah dengan yang diajarkan di madrasah diniyah)," tegas Mendikbud dalam acara Sosialisasi Peraturan/Kebijakan Bidang Pendidikan Dasar dan Menengah, di Jakarta, Selasa malam (13/6/2017).
Mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Malang itu mengatakan, ada lima nilai utama abjad prioritas acara Penguatan Pendidikan Karakter (PPK), salah satunya yaitu religius. Karena itu, tuturnya, tempat-tempat ibadah pun sanggup menjadi sumber berguru atau learning resource. Untuk mendukung penguatan pendidikan abjad dalam delapan jam di hari sekolah, siswa sanggup melaksanakan kegiatan keagamaan di masjid, gereja, pura, wihara, dan sentra acara ibadah lainnya. Mendikbud berharap sekolah sanggup bekerja sama dengan forum lain dalam mengisi kegiatan delapan jam di hari sekolah.
Dicontohkannya, jikalau sekolah bekerja sama dengan madrasah diniyah atau Taman Pendidikan Quran (TPA) , maka guru-guru di TPA atau Madrasah Diniyah itu sanggup tiba ke sekolah menunjukkan pelajaran agama. Begitu juga jikalau ingin mengajarkan kesenian kepada siswa. Sekolah sanggup bekerja sama dengan sanggar seni atau komunitas kebudayaan, atau mengundang para seniman atau budayawan ke sekolah untuk mengenalkan seni-budaya kepada siswa.
Mendikbud juga menambahkan, pemberlakuan delapan jam di hari sekolah tidak berarti siswa harus terus berada di sekolah selama delapan jam. Aktivitas yang dilakukan siswa sanggup berlokasi di sekolah, di lingkungan sekitar sekolah, maupun di luar sekolah.
"Kegiatan-kegiatan di luar sekolah harus ada nilai yang dikonversi dengan nilai kepribadian atau pendidikan karakter," katanya. Ia pun berharap reformasi sekolah sanggup segera dilaksanakan, terutama untuk mengubah paradigma guru dalam menerapkan metode mengajar. Guru dibutuhkan sanggup meningkatkan kreativitasnya dalam membuat metode belajar, sehingga tidak hanya berupa ceramah di kelas. (Kemdikbud.go.id)
=======================================================