Aturan Gres Berkendaraan: Ngebut Di Tol Maksimal 100 Km/Jam, Di Jalan Biasa Maksimal 80 Km/Jam, Melebih Hukum Ditilang Maksimal Rp. 500 Ribu

Tercatat, 14 persen kecelakaan yang terjadi pada 2014 disebabkan oleh pelanggaran batas kecepatan berkendara. Menyadari hal ini, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) pun hasilnya mengeluarkan hukum batasan kecepatan berkendara.
    

Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 111 Tahun 2015. Dalam peraturan yang gres disahkan 29 Juli 2015 tercatat, ada empat sketsa batasan kecepatan yang diatur. Pertama, pembatasan kecepatan ketika berada di jalan bebas hambatan.


Di sini, pengendara hanya diperbolehkan memacu kecepatan kendaraannya dari 60 Km/jam sampai 100 Km/jam saja. Untuk batas minimumnya sendiri berlaku dengan catatan, jalan dalam kondisi arus bebas.

      

Kedua, untuk jalan antar kota, kendaraan hanya diperbolehkan melintas dengan batas kecepatan maksimal sebesar 80 Km/jam. Sementara, untuk daerah perkotaan dan permukiman, masing-masing dibatasi sampai 50 Km/jam dan 30 Km/jam.

      
Direktur Keselamatan Transportasi Darat, Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub, I Gede Pasek Suardika menyampaikan, hukum yang diteken eksklusif oleh Menteri Perhubungan (Menhub) Ignasius Jonan ini terbilang baru. Sebab, dalam aturan-aturan sebelumnya belum pernah dijabarkan secara detil batas kecepatan untuk ruas jalan tertentu.
        
Dia mencontohkan, ketika melewati suatu jalan tertera batas kecepatan maksimal 60 Km/jam. Pengendara pun memacu kendaraanya secara konsisten pada angka tersebut, meski setelahnya ia melewati daerah pemukiman. Sehingga, resiko kecelakaan pun kadang tak terelakkan. "Sebelumnya memang belum diatur jelas," tuturnya pada Jawa Pos kemarin (6/8).
     
Meski demikian, lanjut dia, batas kecepatan maksimum itu sanggup ditetapkan lebih rendah dalam kondisi tertentu. Misalnya, frekuensi kecelakaan yang cukup tinggi di lingkungan jalan bersangkutan. Kemudian, terjadi perubahan kondisi permukaan jalan, geometri jalan, dan lingkungan sekitar jalan, serta ada anjuran masyarakat  melalui rapat lembaga kemudian lintas dan angkutan jalan sesuai dengan tingkatan status jalan.
       
Lalu, bagaimana teknis implementasinya nanti? Menjawab pertanyaan ini, Gede mengaku gres mempunyai rancangan kasarnya. Sebab, untuk detil gres akan dirancang bersama dengan pihak kepolisian sebagai garda terdepan penerapan hukum gres ini.


"Minggu depan kita akan bertemu dengan pihak kepolisian. Yang jelas, nanti akan dipasang rambu dan speed camera," ungkapnya.

      

Pemasangan "kamera pengintai" itu akan jadi undangan khusus Kemenhub pada pihak polisi. Karena, pengawasan secara manual dinilai kurang efektif jikalau dipakai untuk mengawasi kecepatan pengendara. Atas undangan tersebut, Gede menyebut seluruh perlengakapan dan sistem telah tersedia. Sehingga, sanggup segera diterapkan.


"Kita akan buat pilot project di daerah Pantura, Tol Cipularang dan Tol Cipali (Cikopo- Palimanan) terlebih dahulu nanti," tuturnya.
         

Bukan hanya menyiapkan tata tertibnya saja, Kemenhub juga telah memilih hukuman bagi para pelanggar. Sanksi akan dikenakan sesuai dengan Undang Undang Nomor 22 Tahun 2009 Pasal 287 Ayat 5 berupa pidana kurungan paling usang 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp 500 ribu.

       
Namun, sebelum ketentuan itu diterapkan secara keseluruhan, Gede memastikan tata-tertib itu sudah disosialisasikan dengan baik.


"Setelah sosialisasi dengan anggota kepolisian, kita eksklusif roadshow ke daerah. Sebab, untuk jalan provinsi dan seterusnya akan jadi tanggung jawab daerah untuk pengawasan," paparnya.(mia/kim)

Sumber: jpnn.com