Terlalu Banyak Memperlihatkan Pr Berdampak Jelek Bagi Penerima Didik

Guru mungkin perlu memikirkan kembali tugas-tugas yang terlalu banyak diberikan kepada siswanya. Berdasarkan pedoman National Education Association dan Natiomal Parent-Teacher Association, ada sebuah hukum yang dinamakan "Aturan 10 Menit". Maksudnya yakni 10 menit waktu untuk mengerjakan PR per tingkat kelas setiap malam. Artinya, siswa kelas 1 mempunyai waktu 10 menit setiap malam untuk mengerjakan PR, 20 menit untuk kelas 2, dan seterusnya hingga 120 menit untuk siswa kelas 12. 

Akan tetapi, survei terhadap lebih dari 1100 orangtua yang dipublikasikan pada American Journal of Family Therapy menemukan bahwa siswa kelas 1 dan 2 secara rerata mengerjakan PR dengan estimasi waktu tiga kali dari waktu yang disarankan. Bahkan, siswa taman kanak-kanak yang disarankan untuk tidak mempunyai PR malah menghabiskan waktu 25 menit tiap malam untuk mengerjakan PR. 
Menurut para peneliti, kondisi ini merupakan sebuah kondisi yang buruk. Sebab, usia kanak-kanak merupakan periode usia dimana anak menyebarkan kemampuan sosialisasi dan motoriknya. Kedua kemampuan tersebut akan terbatas bila waktu terlalu banyak dihabiskan untuk mengerjakan PR. 
"Ini sangat mengejutkan bagi saya. Anak-anak usia lima tahun duduk di bangku selama 25 menit untuk mengerjakan PR di meja seusai sekolah, bagaimana rasanya itu? Anak-anak ingin bermain di luar, mereka ingin berinteraksi dan inilah yang seharusnya mereka lakukan. Hal itulah yang penting bagi mereka," ujar Stephanie Donaldson-Pressman, eksekutif klinis New England Center for Pediatric Psychology, Amerika Serikat.

"Harga yang harus dibayar terlalu mahal. Data memperlihatkan bahwa mengerjakan PR bagi anak dalam usia tersebut tidak hanya tidak memperlihatkan manfaat sama sekali bagi prestasi akademik anak. Namun, ada bukti bahwa hal ini akan mengganggu sikap mereka terhadap sekolah, nilai, kepercayaan diri, kemampuan sosial, dan kualitas hidup," imbuh Donaldson-Pressman.

Sementara itu, hasil penelitian yang dipublikasikan dalam Journal of Experimental Education menunjukkan, terlalu banyak pekerjaan rumah bisa memperlihatkan dampak negatif bagi anak.

"Temuan kami pada dampak dari pekerjaan rumah menantang perkiraan tradisional bahwa pekerjaan rumah secara inheren baik," tulis Denise Pope, seorang dosen senior di Stanford Graduate School of Education.

Para peneliti memakai data survei untuk menguji persepsi wacana pekerjaan rumah, kebahagiaan siswa dan keterlibatan sikap dari 4.317 siswa pada 10 sekolah menengah favorit di kelas menengah atas masyarakat California. Seiring dengan data survei, Paus dan rekan-rekannya memakai tanggapan terbuka untuk mengeksplorasi pandangan siswa wacana pekerjaan rumah mereka.

Pendapatan rumah tangga rata-rata komunitas yang diteliti tersebut lebih dari $90.000 setahun, dan 93 persen siswa melanjutkan ke perguruan tinggi. Siswa di sekolah tersebut rata-rata melaksanakan pekerjaan rumah selama 3,1 jam setiap malam.

Paus dan rekan-rekannya menemukan bahwa terlalu banyak pekerjaan rumah sanggup mengurangi efektivitas dan bahkan menjadi kontraproduktif. Mereka mengutip penelitian sebelumnya yang memperlihatkan bahwa manfaat pekerjaan rumah paling usang dua jam per malam, dan 90 menit hingga dua setengah jam yakni optimal untuk anak SMA.

Studi mereka menemukan bahwa terlalu banyak pekerjaan rumah bekerjasama dengan:

* Tingkat stres yang lebih tinggi

Dari hasil survei, sebanyak 56 persen dari siswa menganggap pekerjaan rumah merupakan sumber utama stres. Sementara 43 persen melihat ujian sebagai stressor utama, sedangkan 33 persen menempatkan tekanan tersebut (pekerjaan rumah) untuk mendapat nilai bagus. Hanya kurang dari 1 persen dari siswa menyampaikan pekerjaan rumah tidak menciptakan stres.

* Penurunan kesehatan

Dalam tanggapan terbuka mereka, banyak siswa menyampaikan beban pekerjaan rumah menimbulkan mereka kurang tidur dan menimbulkan persoalan kesehatan lainnya. Para peneliti menanyakan apakah siswa mengalami persoalan kesehatan menyerupai sakit kepala, kelelahan, kurang tidur, penurunan berat tubuh dan persoalan perut.

* Lebih sedikit waktu untuk teman-teman, keluarga dan aktivitas ekstrakurikuler

Menurut peneliti, menurut survei data maupun respon siswa memperlihatkan bahwa menghabiskan terlalu banyak waktu pada pekerjaan berarti bahwa kebutuhan perkembangan mereka tidak terpenuhi atau pengembangan kecakapan hidup penting lainnya. Kegiatan mereka menjadi drop, tidak melihat teman-teman atau keluarga, dan tidak mengejar hobi yang mereka nikmati.

* Tindakan Penyeimbang

Hasil penelitian ini memperlihatkan bukti empiris bahwa banyak siswa berjuang untuk menemukan keseimbangan antara pekerjaan rumah, aktivitas ekstrakurikuler dan waktu sosial, kata para peneliti. Banyak siswa merasa dipaksa atau diwajibkan untuk menentukan pekerjaan rumah daripada menyebarkan talenta atau keterampilan lainnya.

Selain itu tidak ada kekerabatan antara waktu yang dihabiskan untuk menuntaskan pekerjaan dan berapa banyak siswa menikmatinya. Penelitian ini juga mengutip perkataan siswa yang sering melaksanakan pekerjaan rumah yang melihatnya sebagai "sia-sia" atau "tak berotak" hanya biar nilai-nilai pelajaran mereka tetap baik.

Dia menyampaikan penelitian mempertanyakan nilai dari sejumlah besar pekerjaan rumah. PR seharusnya dilarang ditugaskan sebagai hal rutin, katanya.

"Sebaliknya, setiap pekerjaan rumah yang ditugaskan harus mempunyai tujuan dan manfaat, dan harus dirancang untuk menumbuhkan pembelajaran dan pengembangan," tulis Paus menyerupai dilansir phys.org.

Di tempat-tempat di mana siswa menghadiri sekolah favorit, terlalu banyak pekerjaan rumah yang sanggup mengurangi waktu mereka untuk mendorong keterampilan di bidang tanggung jawab pribadi, para peneliti menyimpulkan.

"Orang-orang muda menghabiskan lebih banyak waktu sendirian, yang berarti lebih sedikit waktu untuk keluarga dan sedikit kesempatan untuk terlibat dalam komunitas mereka," kata peneliti.

Para peneliti menyampaikan bahwa saat siswa terbuka atau melalui metode "laporan diri" untuk mengukur kekhawatiran siswa wacana pekerjaan rumah yang mungkin mempunyai keterbatasan --beberapa mungkin menganggapnya sebagai kesempatan untuk memberikan "keluhan khas remaja"-- yakni penting untuk berguru secara pribadi apa yang siswa percaya. 
Sumber:
tumindakguru/search?q=#


===================================