Model Pembelajaran Discovery Learning Atau Penemuan

A. Pengertian Model Pembelajaran Discovery Learning atau Penemuan
Pengertian Model Pembelajaran Discovery Learning atau Penemuan yakni teori  berguru yang didefinisikan  sebagai proses pembelajaran yang  terjadi  apabila  materi pembelajaran  tidak  disajikan  dengan    dalam  bentuk finalnya,  tetapi  diharapkan  penerima didik itu sendiri yang mengorganisasi  sendiri.  Hal ini sejalan dengan pendapat  Bruner, bahwa:  “Discovery  Learning  can  be  defined  as  the  learning  that  takes  place  when  the student  is  not  presented  with  subject  matter  in  the  final  form,  but  rather  is  required  to organize  it  him  self”  (Lefancois  dalam  Emetembun,  1986:103). 
==================================================




==================================================

Dasar  pemikiran Bruner  tersebut yakni pendapat dari Piaget yang menyatakan bahwa anak harus berperan aktif dalam berguru di kelas. Bruner  memakai  metode  yang  disebutnya Discovery  Learning, dimana  murid mengorganisasi  bahan  yang  dipelajari  dengan suatu  bentuk  akhir  (Dalyono,  1996:41).

Sedangkan berdasarkan Budiningsih, (2005:43) Pengertian Model Pembelajaran Discovery Learning atau Penemuan diartikan pula sebagai cara berguru memahami konsep, arti, dan hubungan, melalui proses intuitif untuk balasannya hingga kepada suatu kesimpulan. Discovery terjadi  bila  individu  terlibat,  terutama  dalam  penggunaan  proses  mentalnya  untuk menemukan  beberapa  konsep  dan  prinsip. Discovery dilakukan  melalui  observasi, klasifikasi,  pengukuran,  prediksi,  penentuan  daninferi.  Proses  tersebut  oleh Robert B. Sund (Malik, 2001:219) disebut cognitive process sedangkan discovery itu  sendiri  yakni the  mental  process  of  assimilatig  conceps and principles in the mind

Contoh Penerapan Model Pembelajaran Discovery Learning atau Penemuan 
Sebagai strategi  belajar, Model Pembelajaran Discovery  Learning mempunyai  prinsip  yang  sama  dengan  inkuiri (inquiry) dan Problem  Solving.  Tidak  ada  perbedaan  yang  prinsipil  pada  ketiga  istilah  ini, pada Discovery Learning lebih menekankan pada ditemukannya konsep atau prinsip yang sebelumnya tidak diketahui.

Perbedaannya dengan discovery learning dengan inkuiri learning ialah bahwa pada discovery problem yang dihadapi siswa atau penerima didik yakni semacam problem yang direkayasa oleh guru, sedangkan  pada  inkuiri  masalahnya  bukan  hasil  rekayasa,  sehingga  siswa  harus mengerahkan  seluruh  pikiran  dan  keterampilannya  untuk  mendapatkan  temuan-temuan di dalam problem itu melalui proses penelitian. Sedangkan Perbedaannya dengan discovery learning dengan Problem Solving. Pada model Problem Solving lebih memberi tekanan pada kemampuan menuntaskan masalah.

Prinsip  belajar  yang  nampak  jelas  dalam Discovery  Learning adalah  materi  atau materi pelajaran yang akan disampaikan tidak disampaikan dalam bentuk final akan tetapi siswa  sebagai  peserta  didik  didorong  untuk  mengidentifikasi  apa  yang  ingin  diketahui dilanjutkan dengan mencari informasi sendiri kemudian mengorgansasi atau membentuk (konstruktif) apa yang mereka ketahui dan mereka pahami dalam suatu bentuk akhir.

Dengan  mengaplikasikan  metode Discovery  Learning secara  berulang-ulang  sanggup meningkatkan  kemampuan  penemuan  diri  individu  yang  bersangkutan.  Penggunaan metode / model Discovery  Learning,  ingin  merubah  kondisi  belajar  yang  pasif  menjadi  aktif  dan kreatif.  Mengubah  pembelajaran  yang teacher  oriented ke student  oriented.  Mengubah modus  Ekspositori siswa  hanya  menerima  informasi  secara  keseluruhan  dari  guru  ke modus Discovery siswa menemukan informasisendiri.

Dalam  Konsep  Belajar,  sesungguhnya  metode Discovery  Learning merupakan pembentukan kategori-kategori  atau  konsep-konsep,  yang  dapat  memungkinkan terjadinya  generalisasi.  Sebagaimana  teori  Bruner  tentang  kategorisasi  yang  Nampak dalam Model Pembelajaran Discovery,  bahwa Discovery adalah  pembentukan  kategori-kategori,  atau  lebih sering  disebut sistem-sistem coding.  Pembentukan  kategori-kategori  dan  sistem-sistem coding dirumuskan demikian dalam arti relasi-relasi (similaritas & difference) yang terjadi diantara obyek-obyek dan kejadian-kejadian (events).

Bruner memandang bahwa suatu konsep atau kategorisasi mempunyai lima unsur, dan siswa dikatakan  memahami  suatu  konsep  apabila  mengetahui  semua  unsur  dari  konsep  itu, meliputi:  1)  Nama;  2)  Contoh-contoh  baik  yang  positif  maupun  yang negatif;  3) Karakteristik,  baik  yang  pokok  maupun  tidak;  4)  Rentangan  karakteristik;  5)  Kaidah (Budiningsih, 2005:43). Bruner menjelaskan bahwa pembentukan konsep merupakan dua kegiatan  mengkategori  yang  berbeda  yang  menuntut  proses  berpikir  yang  berbeda  pula. Seluruh  kegiatan  mengkategori  meliputi  mengidentifikasi  dan  menempatkan  contoh-contoh  (obyek-obyek  atau  peristiwa-peristiwa)  ke  dalam  kelas  dengan  menggunakan dasar kriteria tertentu.

Di  dalam  proses  belajar,  Bruner  mementingkan  partisipasi  aktif  dari  tiap  siswa,  dan mengenal  dengan  baik  adanya  perbedaan  kemampuan.  Untuk  menunjang  proses  berguru perlu lingkungan memfasilitasi rasa ingin tahu siswa pada tahap eksplorasi. Lingkungan ini dinamakan Discovery  Learning  Environment, yaitu lingkungan  dimana  siswa  sanggup melakukan  eksplorasi,  penemuan-penemuan  baru  yang  belum  dikenal  atau pengertian yang  mirip  dengan  yang  sudah  diketahui.  Lingkungan  seperti  ini  bertujuan  agar  siswa dalam proses berguru sanggup berjalan dengan baik dan lebih kreatif.

Untuk  memfasilitasi  proses  belajar  yang  baik  dan  kreatif  harus  berdasarkan  pada manipulasi  bahan  pelajaran  sesuai  dengan  tingkat  perkembangan  kognitif  siswa. Manipulasi  bahan  pelajaran  bertujuan  untuk  memfasilitasi  kemampuan  siswa  dalam berpikir (merepresentasikan  apa  yang  dipahami)  sesuai  dengan  tingkat perkembangannya.

Menurut  Bruner  perkembangan  kognitif  seseorang  terjadi  melalui  tiga  tahap  yang ditentukan  oleh  bagaimana  cara lingkungan,  yaitu: enactive,  iconic,  dan symbolic. Tahap enaktive,  seseorang  melakukan  aktivitas-aktivitas  dalam  upaya  untuk  memahami lingkungan  sekitarnya,  artinya,  dalam memahami  dunia  sekitarnya  anak  menggunakan pengetahuan  motorik,  misalnya  melalui  gigitan,  sentuhan,  pegangan,  dan  sebagainya. Tahap  iconic,  seseorang  memahami  objek-objek  atau  dunianya  melalui  gambar-gambar dan  visualisasi  verbal.  Maksudnya,  dalam  memahami  dunia  sekitarnya  anak  berguru melalui  bentuk  perumpamaan  (tampil)  dan  perbandingan  (komparasi).Tahap  symbolic, seseorang  telah  mampu  memiliki  ide-ide  atau  gagasan-gagasan  abstrak  yang  sangat dipengaruhi  oleh  kemampuannya  dalam  berbahasa  dan  logika.  Dalam  memahami  dunia sekitarnya  anak  belajar  melalui  simbol-simbol  bahasa,  logika,  matematika,  dan sebagainya.

Komunikasinya  dilakukan  dengan  menggunakan  banyak  simbol.  Semakin  matang seseorang  dalam  proses  berpikirnya,  semakin  dominan  sistem  simbolnya.  Secara sederhana  teori  perkembangan  dalam  faseenactive,  iconicdansymbolicadalah  anak menjelaskan sesuatu melalui perbuatan (ia bergeser ke depan atau kebelakang di papan mainan  untuk  menyesuaikan  beratnya  dengan  berat  temannya  bermain)  ini  fase enactive.  Kemudian  pada  faseiconic ia  menjelaskan  keseimbangan  pada  gambar  atau bagan  dan  akhirnya  ia  menggunakan  bahasa  untuk  menjelaskan  prinsip  keseimbangan ini fasesymbolic(Syaodih, 85:2001).

Dalam mengaplikasikan Model Pembelajaran Discovery Learning atau Penemuan guru berperan sebagai pembimbing dengan menunjukkan kesempatan kepada siswa untuk berguru secara aktif, sebagaimana pendapat  guru  harus  dapat  membimbing  dan  mengarahkan  kegiatan  belajar  siswa sesuai  dengan  tujuan  (Sardiman,  2005:145).  Kondisi  seperti  ini  ingin  merubah  kegiatan berguru mengajar yangteacher orientedmenjadistudent oriented.

Hal  yang  menarik  dalam  pendapat  Bruner  yang  menyebutkan:  hendaknya  guru  harus memberikan  kesempatan  muridnya  untuk  menjadi  seorangproblem  solver,  seorang scientis,  historin,  atau  ahli  matematika.  Dalam  metode Discovery  Learning bahan  didik tidak  disajikan  dalam  bentuk  akhir,  siswa  dituntut  untuk  melakukan  berbagai  kegiatan menghimpun  informasi,  membandingkan,  mengkategorikan,  menganalisis, mengintegrasikan, mereorganisasikan materi serta membuat kesimpulan-kesimpulan. Hal tersebut memungkinkan murid-murid menemukan arti bagi diri mereka sendiri, dan memungkinkan  mereka  untuk  mempelajari  konsep-konsep  di  dalam  bahasa  yang dimengerti  mereka.  Dengan  demikian  seorang  guru  dalam  aplikasi  metode Discovery Learning harus sanggup menempatkan siswa pada kesempatan-kesempatan dalam berguru yanglebih mandiri. Bruner menyampaikan bahwa proses berguru akan berjalan dengan baik dan  kreatif  jika  guru  memberikan  kesempatan  kepada  siswa  untuk  menemukan  suatu konsep,  teori,  aturan,  atau  pemahaman  melalui  contoh-contoh  yang  ia  jumpai  dalam kehidupannya (Budiningsih, 2005:41).

Pada  akhirnya  yang  menjadi  tujuan  dalam  metode Discovery  Learning menurut  Bruner adalah  hendaklah  guru  memberikan  kesempatan  kepada  muridnya untuk  menjadi seorang problem  solver,  seorang scientist,  historian,  atauahli  matematika.  Melalui kegiatan  tersebut  siswa  akan  menguasainya,  menerapkan,  serta  menemukan  hal-hal yang bermanfaat bagi dirinya.

Karakteristik  yang  paling  jelas  mengenai Discovery sebagai  metode  mengajar  ialah bahwa  sesudah  tingkat-tingkat  inisial  (pemulaan)  mengajar,  bimbingan  guru  hendaklah lebih  berkurang  dari  pada  metode-metode  mengajar  lainnya.  Hal  ini  tak  berarti  bahwa guru  menghentikan  untuk  memberikan  suatu  bimbingan  setelah  problema  disajikan kepada  pelajar.  Tetapi  bimbingan  yang  diberikan  tidak  hanya  dikurangi  direktifnya melainkan pelajar diberi responsibilitas yang lebih besar untuk berguru sendiri.

Berdasarkan uraian di atas, pengertian Model Pembelajaran Discovery Learning atau Penemuan adalah pembelajaran untuk  menemukan konsep, makna, dan korelasi kausal melalui pengorganisasian pembelajaran yang dilakukan oleh penerima didik.

B. Ciri dan Karakteristik Model Pembelajaran Discovery Learning atau Penemuan
Tiga ciri utama berguru dengan Model Pembelajaran Discovery Learning atau Penemuan yaitu: (1) mengeksplorasi dan memecahkan problem untuk menciptakan, menggabungkan dan menggeneralisasi pengetahuan; (2) berpusat pada penerima didik; (3) kegiatan untuk menggabungkan pengetahuan gres dan pengetahuan yang sudah ada.


Model Pembelajaran Discovery Learning atau Penemuan Menjadi Salah Satu Pilihan dalam Implementasi Kurikulum 2013 


Karakteristik dari Model Pembelajaran Discovery Learning atau Penemuan
a) Peran guru sebagai pembimbing;
b) Peserta didik berguru secara aktif sebagai seorang ilmuwan;
c) Bahan didik disajikan dalam bentuk informasi dan penerima didik melaksanakan kegiatan menghimpun, membandingkan, mengkategorikan, menganalisis, serta membuat   kesimpulan.

C. Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Discovery Learning
1. Kelebihan Penerapan Model Pembelajaran Discovery Learning atau Penemuan
a. Membantu  siswa  untuk  memperbaiki  dan  meningkatkan  keterampilan-keterampilan  dan proses-proses  kognitif.  Usaha  penemuan  merupakan  kunci  dalam  proses  ini,  seseorang tergantung bagaimana cara belajarnya.
b. Pengetahuan yang diperoleh melalui metode ini sangat pribadi dan ampuh karenamenguatkan pengertian, ingatan dan transfer.
c. Menimbulkan rasa bahagia pada siswa, alasannya yakni tumbuhnya rasa memeriksa danberhasil.
d.  Metode  ini  memungkinkan  siswa  berkembang dengan  cepat  dan  sesuai  dengan kecepatannya sendiri.
e.  Menyebabkan siswa mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri dengan melibatkanakalnya dan motivasi sendiri.
f.  Metode  ini  dapat  membantu  siswa  memperkuat  konsep  dirinya,  Karena memperoleh kepercayaan bekerja sama dengan yang lainnya.
g. Berpusat  pada  siswa  dan  guru  berperan  sama-sama  aktif  mengeluarkan  gagasan-gagasan. Bahkan gurupun sanggup bertindak sebagai siswa, dan sebagai peneliti di dalam situasi diskusi.
h. Membantu siswamenghilangkanskeptisme (keragu-raguan) alasannya yakni mengarah padakebenaran yang final dan tertentuatau pasti.
i.  Siswa akan mengerti konsep dasar dan ide-ide lebih baik.
j.  Membantu dan membuatkan ingatan dan transfer kepada situasi proses belajaryang baru.
k. Mendorong siswa berpikir danbekerja atas inisiatif sendiri.
l.  Mendorong siswa berpikir intuisi dan merumuskan hipotesis sendiri.
m. Memberikan keputusan yang bersifat intrinsic.
n.  Situasi proses berguru menjadi lebih terangsang.
o. Proses berguru mencakup sesama aspeknya siswa menuju pada pembentukan insan seutuhnya.
p.  Meningkatkan tingkat penghargaanpadasiswa.
q. Kemungkinan siswa berguru dengan memanfaatkan banyak sekali jenis sumber belajar.
r.  Dapat membuatkan talenta dankecakapan individu.

2. Kelemahan Penerapan Model Pembelajaran Discovery Learning atau Penemuan
a.  Metode  inimenimbulkan asumsi  bahwa  ada  kesiapan  pikiran  untuk  belajar.  Bagi  siswa  yangkurang pandai, akan mengalami kesulitan abnormal atauberpikiratau mengungkapkan hubunganantara  konsep-konsep,  yang  tertulis  atau  lisan,  sehingga  pada  gilirannya  akan  menimbulkan frustasi.
b. Metode  ini  tidak  efisien  untuk  mengajar  jumlah  siswa  yang  banyak,  karenamembutuhkan waktu  yang  lama  untuk  membantu  mereka  menemukan  teori  atau  pemecahan  problem lainnya.
c. Harapan-harapan  yang  terkandung  dalam  metode  ini  dapat  buyar  berhadapandengan  siswa dan guru yang telah terbiasa dengan cara-cara berguru yang lama.
d. Pengajaran discovery lebih  cocok  untuk  mengembangkan  pemahaman,  sedangkan membuatkan aspek konsep, keterampilan dan emosi secara keseluruhan kurang mendapat perhatian.
e. Pada  beberapa  disiplin  ilmu,  misalnya  IPA  kurang  fasilitas  untuk  mengukur  gagasan yang dikemukakan oleh para siswa
f.  Tidak  menyediakan  kesempatan-kesempatanuntukberpikiryang  akan  ditemukanoleh  siswa dikarenakan telah dipilih terlebih dahulu oleh guru

D.Langkah-langkah Operasional Implementasi Model Pembelajaran Discovery Learning atau Penemuan

Berikut ini langkah-langkah dalam mengaplikasikan model discovery learning di kelas.

Langkah Persiapan Metode Discovery Learning
1. Menentukan tujuan pembelajaran.
2. Melakukan identifikasi karakteristik siswa penerima didik (kemampuan awal, minat, gaya belajar, dan sebagainya).
3. Memilih materi pelajaran
4. Menentukan topik-topik yang harus dipelajarisiswapeserta didiksecara induktif (dari contoh-contoh generalisasi)
5. Mengembangkan bahan-bahan berguru yang berupa contoh-contoh, ilustrasi,  kiprah dan sebagainya untuk dipelajarisiswapeserta didik
6. Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari yang faktual ke abstrak, atau dari tahap enaktif, ikonik hingga ke simbolik.
7. Melakukan evaluasi proses dan hasil belajarsiswapeserta didik.

Prosedur Aplikasi Metode / Model Pembelajaran Discovery Learning atau Penemuan
Menurut  Syah  (2004:244)  dalam  mengaplikasikan  metode Discovery  Learning di  kelas, ada beberapa prosedur  yang  harus  dilaksanakan  dalam  kegiatan  belajar  mengajar  secara  umum  sebagai berikut:

Pemberian Stimulasi dalam  model Pembelajaran Discovery Learning atau Penemuan bisa dengan cara membaca


1.  Stimulation (Stimulasi/Pemberian Rangsangan)
Pertama-tama  pada  tahap  ini  pelajar  dihadapkan  pada  sesuatu  yang  menimbulkan kebingungannya,  kemudian  dilanjutkan  untuk  tidak  memberi  generalisasi,  agar  timbul keinginan  untuk  menyelidiki  sendiri.  Disamping  itu  guru  dapat  memulai  kegiatan  PBM dengan mengajukan pertanyaan, tawaran membaca buku, dan kegiatan berguru lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah. Stimulasi pada  tahap  ini  berfungsi  untuk  menyediakan  kondisi  interaksi  belajar  yang  sanggup membuatkan dan membantu siswa dalam  mengeksplorasi bahan. Dalam hal ini  Bruner memberikan  stimulation  dengan  menggunakan  teknik  bertanya  yaitu  dengan  mengajukan pertanyaan-pertanyaan  yang  dapat  menghadapkan  siswa  pada  kondisi  internal  yang mendorong  eksplorasi.  Dengan  demikian  seorang  Guru  harus  menguasai  teknik-teknik dalam  memberi  stimulus  kepada  siswa  agar  tujuan  mengaktifkan  siswa  untuk mengeksplorasi sanggup tercapai.

Identifikasi Masalah dalam  model Pembelajaran Discovery Learning atau Penemuan bisa dengan cara diskusi


2.  Problem Statement (Pernyataan/ Identifikasi Masalah)
Setelah dilakukan stimulasi langkah selanjutya yakni guru memberi kesempatan kepada siswa  untuk  mengidentifikasi  sebanyak  mungkin  agenda-agenda  masalah  yang  relevan dengan  bahan  pelajaran,  kemudian  salah  satunya  dipilih  dan  dirumuskan  dalam  bentuk hipotesis  (jawaban  sementara  atas  pertanyaan  masalah)  (Syah  2004:244),  sedangkan berdasarkan permasalahan  yang  dipilih  itu  selanjutnya  harus  dirumuskan  dalam  bentuk pertanyaan,  atau  hipotesis,  yakni  pernyataan  (statement)  sebagai  jawaban  sementara atas  pertanyaan  yang  diajukan.
Memberikan  kesempatan  siswa  untuk mengidentifikasi  dan  menganalisis permasasalahan yang  mereka  hadapi,  merupakan  teknik  yang  berguna  dalam  membangun  siswa  biar mereka terbiasa untuk menemukan suatu masalah.

Pengumpulan Data dalam  model Pembelajaran Discovery Learning atau Penemuan bisa dengan cara wawancara, Studi Pustaka, dll. 


3. Data Collection (Pengumpulan Data)
Ketika  eksplorasi  berlangsung  guru  juga  memberi  kesempatan  kepada  parasiswa  untuk mengumpulkan  informasi  sebanyak-banyaknya  yang  relevan  untuk  membuktikan  benar atau  tidaknya  hipotesis  (Syah,  2004:244).  Pada  tahap  ini  berfungsi  untuk  menjawab pertanyaan atau mengambarkan benar tidaknya  hipotesis.
Dengan demikian anak didikdiberi kesempatan untuk mengumpulkan (collection) banyak sekali informasi  yang  relevan,  membaca  literatur,  mengamati  objek,  wawancara  dengan  nara sumber, melaksanakan uji coba sendiri dan sebagainya. Konsekuensi dari tahap ini yakni siswa belajar  secara  aktif  untuk  menemukan  sesuatu  yang  berhubungan  dengan  permasalahan yang  dihadapi,  dengan  demikian  secara  tidak  disengaja  siswa  menghubungkan  problem dengan pengetahuan yang telah dimiliki.

4. Data Processing (Pengolahan Data)
Menurut  Syah  (2004:244)pengolahan data  merupakan  kegiatan  mengolah  data  dan informasi  yang  telah  diperoleh  para  siswa  baik  melalui  wawancara,  observasi,  dan sebagainya,  lalu  ditafsirkan.  Semua  informai  hasil  bacaan,  wawancara,  observasi,  dan sebagainya, semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung dengan  cara  tertentu  serta  ditafsirkan  pada  tingkat  kepercayaan  tertentu  (Djamarah, 2002:22).
Dataprocessing disebut  juga  dengan  pengkodean  coding/  kategorisasi  yang  berfungsi sebagai  pembentukan  konsep  dan  generalisasi.  Dari  generalisasi  tersebut  siswa  akan mendapatkan  pengetahuan  baru  tentang  alternatif  jawaban/  penyelesaian  yang  perlu mendapat pembuktian secara logis

Ini contoh verifikasi data  dalam  model Pembelajaran Discovery Learning atau Penemuan 


5. Verification (Pembuktian)
Pada tahap ini siswa melaksanakan investigasi secara cermat untuk mengambarkan benar atau tidaknya  hipotesis  yang  ditetapkan  tadi  dengan  temuan  alternatif,  dihubungkan  dengan hasil data processing (Syah, 2004:244).Verification berdasarkan Bruner, bertujuan biar proses belajar  akan  berjalan  dengan  baik  dan  kreatif  jika  guru  memberikan  kesempatan  kepada siswa  untuk  menemukan  suatu  konsep,  teori,  aturan  atau  pemahaman  melalui  contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya.
Berdasarkan  hasil  pengolahan  dan  tafsiran,  atau  informasi  yang  ada,  pernyataan  atau hipotesis yang telah dirumuskan terdahulu itu kemudian dicek, apakah terjawab atau tidak, apakah terbukti atau tidak.

Contoh Proses Menarik Simpulan dalam  model Pembelajaran Discovery Learning atau Penemuan 

6. Generalization (Menarik Kesimpulan/Generalisasi)
Tahap  generalisasi/menarik  kesimpulan  adalah  proses  menarik  sebuah  kesimpulan  yang dapat  dijadikan  prinsip  umum  dan  berlaku  untuk  semua  kejadian  atau  masalah  yang  sama, dengan  memperhatikan  hasil  verifikasi  (Syah,  2004:244). Berdasarkan  hasil  verifikasi  maka dirumuskan prinsip-prinsip  yang  mendasari  generalisasi.  Setelah  menarik  kesimpulan siswa harus  memperhatikan proses  generalisasi yang menekankan  pentingnya  penguasaan pelajaran atas makna dan kaidah atau prinsip-prinsip yang luas yang mendasari pengalaman seseorang,  serta  pentingnya  proses  pengaturan  dan  generalisasi  dari  pengalaman-pengalaman itu.

Berdasarkan uraian di atas, Langkah-langkah Discovery Learning secara singkat yakni sebagai berikut:

Tahap
Deskripsi
Tahap 1
Persiapan
Guru Menentukan tujuan pembelajaran, identifikasi karakteristik penerima didik (kemampuan awal, minat, gaya  belajar, dan sebagainya)



Tahap 2
Stimulasi/pemberian rangsangan
Guru sanggup memulai kegiatan PBM dengan menga-jukan pertanyaan, tawaran membaca buku, dan kegiatan berguru lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah. Stimulasi pada tahap ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi berguru yang sanggup membuatkan dan membantu penerima didik dalam mengeksplorasi bahan
Tahap 3
Identifikasi masalah
Guru Mengidentifikasi  sumber belajardan memberi kesempatan kepada penerima didik untuk mengiden-tifikasi sebanyak mungkin agenda-agenda problem yang relevan dengan materi pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah)

Tahap 4
Mengumpulkan data
Guru Membantu penerima didik  mengumpulan  dan  mengeksplorasi  data.
Tahap 5
Pengolahan data
Guru membimbing penerima didik dalam kegiatan mengolah data dan informasi yang telah diperoleh para penerima didik baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya
Tahap 6
Pembuktian
Guru membimbing penerima didik melaksanakan investigasi secara cermat untuk mengambarkan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil
Tahap 7
Menarik kesimpulan
Guru membimbing penerima didik merumuskan prinsip dan generalisasi hasil penemuannya.

D. Sistem Penilaian
Dalam  Model  Pembelajaran Discovery  Learning,  penilaian  dapat  dilakukan  dengan  menggunakan  tes maupun  nontes,  sedangkan  penilaian  yang  digunakan  dapat  berupa  penilaian  kognitif,  proses,  sikap,  atau penilaian  hasil  kerja  siswa.  Jika  bentuk  penialainnya  berupa  penilaian  kognitif, maka  dalam  model pembelajaran discovery learning sanggup menggunakan tes tertulis.  Jika bentuk penilaiannya  menggunakan penilaian  proses,  sikap,  atau  penilaian  hasil  kerja  siswa,  maka  pelaksanaan penilaian   dapat  menggunakan contoh-contoh format evaluasi menyerupai tersebut di bawah ini.

1. Penilaian Tertulis
Penilaian    tertulis  merupakan  tes  dimana  soal  dan  jawaban  yang  diberikan  kepada peserta  didik  dalam  bentuk  tulisan.  Dalam  menjawab  soal  peserta  didik  tidak  selalu merespon  dalam  bentuk  menulis  jawaban  tetapi  dapat  juga  dalam  bentuk  yang  lain seperti  memberi  tanda,  mewarnai,  menggambar  dan  lain  sebagainya.Ada  dua  bentuk soal  tes tertulis, yaitu berikut ini
1. Soal dengan menentukan jawaban.
a. pilihan ganda
b. dua pilihan (benar-salah, ya-tidak)
c. menjodohkan
2.Soal dengan mensuplai-jawaban.
a. isian atau melengkapi
b. jawaban singkat
c. soal uraian

Dari banyak sekali alat evaluasi tertulis, tes menentukan jawaban benar-salah, isian singkat, dan menjodohkan  merupakan  alat  yang  hanya  menilai  kemampuan  berpikir  rendah,  yaitu kemampuan mengingat (pengetahuan). Tes pilihan ganda sanggup dipakai untuk menilai kemampuan  mengingat  dan  memahami.  Pilihan  ganda  mempunyai  kelemahan,  yaitu penerima didik tidak membuatkan sendiri jawabannya tetapi cenderunghanya menentukan jawaban yang benar dan jikalau penerima didik tidak mengetahui jawaban yang benar, maka penerima didik akan menerka.

Hal  ini  menimbulkan  kecenderungan  peserta  didik  tidak  belajar  untuk  memahami pelajaran tetapi menghafalkan soal dan jawabannya. Alat evaluasi ini kurang dianjurkan pemakaiannya dalam evaluasi kelas alasannya yakni tidak menggambarkan kemampuan penerima didik yang sesungguhnya.

Tes  tertulis  bentuk  uraian  adalah  alat  penilaian  yang  menuntut  peserta  didik  untuk mengingat,  memahami,  dan  mengorganisasikan  gagasannya  atau  hal-hal  yang  sudah dipelajari,  dengan  cara  mengemukakan  atau  mengekspresikan  gagasan  tersebut  dalam bentuk uraian tertulis dengan menggunakan kata-katanya sendiri. Alat ini sanggup menilai berbagai  jenis  kemampuan,  misalnya  mengemukakan  pendapat,  berpikir  logis,  dan menyimpulkan.Kelemahan alat ini antara lain cakupan materi yang ditanyakan terbatas.

Dalam menyusun instrumen evaluasi tertulis perlu dipertimbangkan hal-hal berikut:
a. materi, contohnya kesesuian soal dengan indikatorpada kurikulum;
b. konstruksi, contohnya rumusan soal atau pertanyaan harus terperinci dan tegas.
c. bahasa,  misalnya  rumusan  soal  tidak  menggunakan  kata/  kalimat  yang menimbulkanpenafsiran ganda.

2. PenilaianDiri
Penilaian  diri  (self  assessment)  adalah  suatu  teknik  penilaian,  subyek  yang  ingin  dinilai diminta  untuk  menilai  dirinya  sendiri  berkaitan  dengan,  status,    proses  dan  tingkat pencapaian kompetensi yang dipelajarinya dalam mata pelajaran tertentu.
Teknik  penilaian  diri  dapat  digunakan  dalam  berbagai  aspek  penilaian,  yang  berkaitan dengan kompetensi kognitif, afektif dan psikomotor. Dalam proses pembelajaran di kelas, berkaitan  dengan  kompetensi  kognitif,  misalnya:  peserta  didik  dapat  diminta  untuk menilai  penguasaan  pengetahuan  dan  keterampilan  berpikir  sebagai  hasil  belajar  dalam mata pelajaran tertentu, berdasarkan kriteria atau contoh yang telah disiapkan. Berkaitan  dengan  kompetensi  afektif,  misalnya,  peserta  didik  dapat  diminta  untuk membuat  tulisan  yang  memuat  curahan  perasaannya  terhadap  suatu  obyek  sikap

Proses evaluasi dalam penerapan Model Pembelajaran Discovery Learning atau Penemuan selain menggunakan jenis evaluasi tertulis dan penilian diri, sanggup juga dilakukan melalui evaluasi kinerja, evaluasi produk dan evaluasi sikap.

Daftar Pustaka
Dahar, RW., 1991.Teori-Teori Belajar.Jakarta: Penerbit Erlangga.

Holiwarni,  B.,  dkk.,  2008.Penerapan  Metode  Penemuan  Terbimbing  pada  Mata  Pelajaran  Sains  untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas IV SDN 016 Pekanbaru Kota(Laporan Penelitian).Pekanbaru:Lemlit UNRI

tumindakguru/search?q=model-pembelajaran-discovery-learning

Jurnal Geliga Sains 3 (2), 8-13, 2009Program Studi Pendidikan Fisika FKIP Universitas Riau ISSN 1978-502X.

Rizqi, 2000.Pengembangan PerangkatPembelajaran Berorientasi Pembelajaran Penemuan Terbimbing (Guide-Discovery Learning) yang Mengintegrasikan Kegiatan Laboratorium untuk Fisika SLTP Bahan Kajian Pengukuran. Tesis, UNESA (tidak dipublikasikan).

Syamsudini , 2012.Aplikasi Metode Discovery Learning dalam Meningkatkan Kemampuan Memecahkan Masalah, Motivasi Belajar dan Daya Ingat Siswa.

Syah, M., 1996.Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru.Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2013.  Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013, Jakarta: Kemendikbud.


Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2016.  Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013, Jakarta: Kemendikbud.



= Baca Juga =